Banding UKT: Janji Keringanan yang Berat di Tangan

Kuota, Sistem dan Kriteria Banding UKT Dipertanyakan dan Masih Dianggap sebagai Beban 

Biaya Pendidikan 

Sumber: Freepik

Sistem banding Uang Kuliah Tunggal (UKT) di UPN “Veteran” Jawa Timur (UPNVJT) banyak menimbulkan tanda tanya atas ketidak jelasan kuota dan kriteria bagi penerimanya. Mahasiswa juga mengeluhkan mengenai mepetnya pengumuman banding UKT dengan pendaftaran Kartu Rencana Studi (KRS). Banding yang diadakan setiap semester oleh UPNVJT ini nyatanya masih memiliki banyak kekurangan lain mulai dari sosialisasi hingga kriteria penerimaan yang belum jelas. 

Emy (FISIP/22) menjelaskan bahwa meski banding yang ia ajukan diterima, pada kenyataannya masih menimbulkan masalah. Ia mengungkapkan bahwa mepetnya pengumuman banding dengan pengunggahan KRS semester lalu juga berpengaruh terhadap rencana perkuliahannya. Masalah ini timbul lantaran sebelum memilih kelas pada proses unggah KRS, mahasiswa diwajibkan membayar tagihan UKT mereka terlebih dahulu, sedangkan pada kenyataannya melakukan pembayaran UKT juga memiliki proses yang cukup panjang bagi Emy. “Pernah pengalaman, hasil banding munculnya sore sekitar jam 4. Otomatis teller bank sudah tutup. Aku ga ada m-banking juga. Jadi bayar nya baru bisa besok, sedangkan besok udah KRS-an. Dan bener akhirnya aku ketinggalan KRS-an karena KRS malah buka nya jam 2 pagi. Walaupun ga ketinggalan banget, tapi tetep aja waktu itu sempet  ada matkul (mata kuliah) yang ga kebagian kelas dan harus nunggu dulu, kalah cepat sama yang on time,” jelasnya. 

Kurangnya informasi dan sosialisasi dari pihak kampus juga menjadi kendala tersendiri bagi mahasiswa. Mereka hanya bisa mendapatkan informasi dari organisasi mahasiswa baik dari Himpunan Mahasiswa (Hima) atau Badan Eksklusif Mahasiswa (BEM) fakultas mereka masing-masing. Sedangkan menurut Abdul (FIK/21), adanya media sosial kampus seharusnya bisa menjadi tempat penyampaian informasi yang lebih luas bagi seluruh mahasiswa UPNVJT. “Kan seharusnya juga ada namanya Instagram univ atau fakultas. Seharusnya kan mereka bisa buat snap atau nge-posting feed soal info ini. Itu kan biar kita tahu soalnya kalo info grup angkatan juga terbatas kan,” ungkapnya.  Menurut Abdul adanya sosialisasi resmi dari kampus akan  membuatnya lebih di dengar “Kalau misalnya ada sosialisasi gitu, kita kan bisa mengajukan pertanyaan. Ya mungkin kalau kita mengajukan pertanyaan langsung ke orang-orang yang berkaitan, ya mungkin kita lebih didengarkan gitu”

Bagi Abdul, UKT sebesar 7 juta per semester terasa memberatkan. “Sebelumnya, semester awal saya membayar 8 juta, tapi setelah banding berhasil di awal, turun jadi 7 juta,” katanya. Rumah Abdul memang terlihat besar. Namun, angka tagihan listrik yang membengkak akibat aktivitas penghuni kos sering disalah artikan sebagai pengeluaran pribadi keluarganya. Ayah Abdul adalah seorang arsitek lepas yang pekerjaannya kian menurun seiring bertambahnya usia, sementara sang ibu bekerja sebagai guru. “Kami merasa keberatan. Apalagi penghitungan UKT ini sepertinya tidak memperhitungkan situasi sebenarnya di lapangan,” keluhnya.

Perjuangan Abdul untuk mendapatkan keringanan UKT tak mudah. Ia harus memenuhi berbagai persyaratan administratif yang rumit, seperti mengumpulkan dokumen penghasilan orang tua, surat keterangan RT/RW, hingga tanda tangan dari berbagai pihak. Semua ini menuntut waktu, tenaga, dan biaya tambahan dengan seluruh usaha yang telah ia lakukan namun banding UKT nya tetap ditolak tanpa alasan dari pihak kampus, “Kecewa ya kecewa cuma ya mau gimana lagi ya daripada tidak kuliah juga ya mau nggak mau ya harus bayar,” kata Abdul dengan nada kecewa. Menurutnya, proses banding UKT kurang transparan. “Mungkin kan sebenarnya kalau mungkin ditolak ya, maaf saat ini anda kami tolak dengan alasan, diberikan alasan gitu,” tambahnya.

Selain menyebabkan masalah bagi mahasiswa sendiri, hal ini juga memberikan dampak lain bagi kehidupan keluarga mereka misalnya pada keadaan ekonomi beberapa mahasiswa. Abdul juga menjelaskan bahwa penolakan banding yang ia alami sedikit berpengaruh pada kondisi keluarganya. Meski tidak terlalu signifikan, tapi ia tetap merasa bahwa uang yang dari hasil banding masih bisa dialokasikan ke hal lain. Terlebih dengan posisinya sebagai mahasiswa semester akhir, ia juga mengatakan bahwa sedikit sayang jika rasanya harus membayar UKT secara penuh padahal sudah tidak terlalu banyak aktifitas yang ia lakukan di kampus. (ash/lng/nab/ar)

Post Author: pers-upn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *