Tak Ada Tanggapan Serius, Berbagai Lapisan Masyarakat Padati Gedung DPRD Jawa Timur

Demonstran Padati Gedung DPRD Jatim
Sumber: Dokumentasi Pribadi LPM Pena Merah
Aksi demonstrasi “Surabaya Menggugat” digelar oleh masyarakat sipil Surabaya pada Jumat, 21 Februari 2025, di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur, Surabaya. Aksi ini merupakan aksi lanjutan dari demonstrasi “Indonesia Gelap” yang berlangsung pada Senin, 17 Februari 2025, setelah masyarakat menilai bahwa respons pemerintah terhadap tuntutan mereka masih jauh dari harapan. Dengan jumlah massa yang lebih besar, aksi ini tidak hanya menampilkan panggung orasi, namun juga menuntut audiensi dengan pihak DPRD, dan theatrical puisi yang dilakukan untuk menegaskan tuntutan demonstran.
Berbeda dari aksi sebelumnya yang hanya dilakukan oleh mahasiswa, aksi kali ini menghadirkan seluruh lapisan masyarakat yang ikut turun untuk memperjuangkan haknya, seperti buruh, guru, jurnalis, hingga mantan aktivis 98. Mereka membawa beberapa tuntutan yang hingga kini masih belum ada tindakan jelas dari pemerintah. Tuntutan ini mulai dari mengalihkan anggaran Danantara untuk sektor-sektor publik; mengkaji ulang program Makan Bergizi Gratis; mengesahkan RUU Perampasan Aset; hingga menolak reklamasi Surabaya.
Yosi, seorang mantan aktivis 98 yang turut serta dalam aksi demonstrasi membagikan pandangannya mengenai dampak efisiensi anggaran yang menjadi salah satu tuntutan utama dalam aksi ini. Menurutnya, kebijakan ini sangat berpengaruh terhadap masyarakat. “Kita sebagai masyarakat, otomatis begitu ada efisiensi kita semua harus mengikatkan pinggang. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, dan juga kita tidak akan keluarkan. Tapi, dengan anggaran pendidikan, akhirnya kita menambah cost. Anak saya juga masih kuliah, dengan anggaran pendidikan dipangkas, otomatis nanti biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) juga akan bertambah,” ungkapnya.
Tak hanya persoalan regulasi, Yosi juga menyampaikan keresahannya atas ketidakadilan yang diterima masyarakat. “Yang kita tuntut sekarang ini keadilan. Karena banyak ketidakadilan yang sudah ditunjukkan dalam pemerintahan Prabowo ini. Dalam proses hukum mungkin adik-adik bisa mengamati sendiri. Yang terkini, yang sekarang, yang mungkin masih dalam ingatan kita itu terkait Sekretaris Jenderal Partai Demokratsi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menjadi terdakwa dalam Komisi Pemberantasi Korupsi (KPK),” tegas Yosi.
Dengan aksi lanjutan yang menggaet masyarakat luas, para demonstran berharap bahwa pemerintah mau mendengarkan tuntutan-tuntutan yang diajukan dan menemuan jalan keluar untuk kesejahteraan rakyat. Sejumlah peserta aksi menekankan bahwa mereka akan terus turun ke jalan hingga ada keputusan yang dianggap sesuai dengan tuntutan mereka. “Ini di pemerintahan Prabowo harus lebih mendengar aspirasi rakyat bawah. Karena sampai saat ini, saya rasa demo-demo ini tak didengar. Jadi, memang perlu ada aksi yang lebih kencang lagi, demo yang lebih bersatu lagi,” tutur Yosi.
Dalam audiensi DPRD sendiri, anggota DPRD Jawa Timur Fraksi PDI Perjuangan, Yordan M. Batara dan Fuad Bernadi turun untuk menghadap para demonstran. Mereka menyampaikan bahwasannya mereka telah mendengarkan aspirasi masyarakat dan menganggap bahwa hal tersebut merupakan masukan. “Saya dari pagi sudah mendengar apa yang jadi aspirasi kawan-kawan semua. Kami sudah mendengar apa yang menjadi keresahan kawan-kawan semua, memang tidak semua kebijakan yang disebutkan ada dalam kewenangan provinsi. Tapi intinya kami sebagai anggota DPRD Jawa Timur akan memperjuangkan yang terbaik bagi warga Jawa Timur, tidak ada masyarakat yang jadi korban,” jelas Yordan.
Yordan juga menambahkan bahwa ia memahami kebutuhan masyarakat seperti Uang Kuliah Tunggal. “Kami dengar masalah makan bergizi gratis, kami dengar masalah UKT, kami dengar masalah LPG, kami dengar masalah Danantara. Saya ini juga dosen, saya tahu beratnya kuliah mahasiswa. Oleh karena itu, kami berusaha berjuang keras kerasnya agar tidak ada kebijakan yang merugikan saudara,” terangnya.
Namun, bukannya mendapat dukungan, para demonstran justru bersorak tidak puas atas pernyataan tersebut. “Dari tadi kami hanya mendengar janji-janji belaka. Kalau memang beliau ini berjanji, maka kita yang akan memastikan janji-janji tersebut,” ujar salah satu demonstran. Para demonstran juga mendesak audiensi kepada ketua DPRD Jawa Timur, Musyafak Rouf. Tetapi kembali dihadapkan oleh penolakan dari pihak DPRD Jawa Timur.
“Ya kan sekarang masa reses (masa istirahat atau perhentian sidang). Jadi, ya sebenarnya anggota DPRD lainnya tidak ada di posisi sekarang. Cuma karena kami berdua ini daerah pemilihannya di Surabaya, jadi kita bisa menemui teman-teman demonstran,” tolak Yordan.
Sementara itu, Susi, seorang ibu rumah tangga yang juga mantan aktivis 98 menganggap pernyataan pemerintah tersebut hanya janji belaka untuk menenangkan publik. “Ya itu cuma pernyataan normatif, masih ngambang (tidak jelas). Belum ada apa respons yang sesuai untuk tuntutan,” ujarnya.
Menurut Susi, aksi ini kembali dilakukan karena pemerintah tidak pernah berada di sisi rakyat. “Tentunya pemerintah itu tidak bisa memihak ke rakyat, jadi semakin menyengsarakan. Ngomongnya efisiensi, kenyataannya malah banyak pejabat-pejabat yang diangkat yang menyebabkan pembengkakan anggaran,” tambahnya.
Meningkatnya partisipasi dari berbagai elemen masyarakat dalam aksi “Surabaya Menggugat” menunjukkan tekad mereka untuk terus turun ke jalan hingga mendapat tanggapan serius dari pemerintah. Gelombang demonstrasi ini menjadi cerminan meluasnya keresahan publik terhadap berbagai kebijakan pemerintahan saat ini. (end/daa/alf)