Keluhan Terkait Pengadaan Fasilitas dan Penerapan Aturan yang Masih Belum Jelas
RUSUNAWA UPN “Veteran” Jawa Timur
Sumber: Dokumentasi Pribadi Persma
Rumah susun sederhana sewa atau disebut juga rusunawa merupakan bangunan asrama putri yang menjadi bagian dari fasilitas UPN Veteran Jawa Timur (UPNVJT). Bangunan tersebut dibangun dengan bantuan dana yang berasal dari Kementerian Perumahan Rakyat yang pengelolaannya diatur oleh universitas penerima bantuan tersebut. Namun, pengelolaan dan manajemen rusunawa dinilai kurang baik oleh mahasiswi yang tinggal di asrama tersebut. Terdapat beberapa keluhan terkait pengelolaan, fasilitas di dalam asrama, dan pengaduan yang lambat ditanggapi. Sementara rusunawa sendiri merupakan fasilitas yang sangat membantu mahasiswi terutama yang berasal dari luar daerah dalam mendapatkan tempat tinggal yang dekat dari kampus yang seharusnya dikelola dan dibuat senyaman mungkin. Namun, banyak ketidaknyamanan yang terjadi dalam pengelolaan asrama putri tersebut yang bisa saja memicu penurunan minat mahasiswa dalam menggunakan fasilitas-fasilitas kampus yang berimbas pada nama baik kampus. Dari keluhan tersebut, pada dasarnya bagaimana sistem pengelolaan rusunawa?
Salah satu mahasiswi yang tinggal di rusunawa berinisial ER (FISIP/22) menyampaikan beberapa keluhannya terkait fasilitas yang ada di asrama tersebut. Fasilitas yang dijanjikan ada saat survey sebelum menempati rusunawa ternyata tidak didapatkan oleh mahasiswi tersebut, contohnya kulkas, “Mereka itu waktu kita survei kesini tanya-tanya dan masih di chat, seakan-akan asrama ini memang difasilitasi sedemikian rupa yang katanya ada kulkas, ada tapi rusak untuk satu asrama, dan yang satu buat ibu kantin,” ujarnya tentang fasilitas rusunawa pada wawancara hari Selasa (15/11). Selain fasilitas yang dijanjikan tidak terpenuhi, kerusakan fasilitas rusunawa yang lama diperbaiki dan ditindaklanjuti menjadi salah satu keluhan dari mahasiswi tersebut sejak tinggal di asrama wanita yang dikelola UPNVJT. Saluran air dari wastafel sudah rusak sekitar empat bulan dan sudah dilaporkan langsung kepada koordinator asrama, tetapi penanganannya baru terjadi empat bulan kemudian. Selain itu, beberapa kasur milik mahasiswi lain yang sudah rusak juga ditangani secara lambat bahkan ada yang belum diperbaiki, sehingga beberapa mahasiswa tidur dengan kasur yang rusak.
Mahasiswi lain yang juga tinggal di rusunawa berinisial RD (FT/22) juga menyatakan pengadaan fasilitas yang masih kurang dalam asrama putri yang ditinggali. Fasilitas seperti wifi dan kulkas yang dijanjikan ada oleh pihak asrama, tidak didapatkan oleh penyewa asrama. “Iya memang, terus tiba-tiba waktu kita udah disini kok gak ada? Jadi kayak mungkin ada sedikit rasa menyesal masuk asrama karena yang sudah dijanjikan gak ada,” ungkap mahasiswi tersebut saat diwawancarai pada Rabu (16/11). Ketidaktersediaan fasilitas yang dijanjikan sudah ditanyakan oleh mahasiswi kepada penjaga rusunawa yaitu satpam yang setiap hari berada di asrama putri tersebut, tetapi pihak satpam menyangkal dan mengaku tidak mengatakan atau menjanjikan apapun terkait fasilitas yang disebutkan.
Hal selain fasilitas yang membuat mahasiswi penghuni rusunawa tidak nyaman adalah adanya kegiatan sidak yang dilakukan satu satpam pada malam hari. Rusunawa yang ditempati oleh perempuan, digeledah disaat jam istirahat malam. “Menurut aku, gak bisa mendadak gitu aja sih apalagi satpamnya kan cowok terus mereka buka-buka lemari gitu loh pastinya kan ada barang terlarangnya gitu kan ya,” ungkap RD. Sidak dilakukan untuk mencari peralatan di luar laptop, setrika, dan kipas angin yang dilarang oleh pihak rusunawa tetapi berhasil ‘diselundupkan’ oleh mahasiswi ke dalam kamar, “Dalam sidak yang dicari peralatan seperti rice cooker, printer terkadang juga anak-anak ada yang membawa hitter. Nah, yang seperti itukan tidak boleh,” ungkap Andre salah satu satpam RUSUNAWA pada Jumat (18/11). Menurut penuturan Andre dan Gogi sebagai koordinator, sidak seharusnya tidak dilakukan di waktu istirahat penghuni asrama. Namun, laporan dari mahasiswi penghuni asrama, sidak dilakukan di jam istirahat dan mengganggu kenyamanan mereka, sehingga timbul laporan kepada koordinator asrama. “Kemarin sempat terjadi protes karena sidak, karena jamnya keliru, satpamnya juga masuk, tetapi semua permasalahan kemarin saya tampung dan kedepannya tidak akan terulang lagi,” ujar Gogi pada Kamis (17/11). Rice cooker yang menjadi salah satu peralatan elektronik yang dibutuhkan penghuni rusunawa merupakan peralatan yang dilarang untuk dibawa penghuni karena sebelumnya pernah terjadi korsleting dari alat tersebut yang hampir menyebabkan kebakaran. Namun, rice cooker yang menjadi alasan sidak tersebut dapat masuk ke dalam kamar mahasiswi dan berhasil ‘diselundupkan’ menunjukkan kelalaian dari pihak keamanan dalam menjaga asrama, padahal alat tersebut termasuk besar dan sulit disembunyikan.
Berbagai keluhan terkait fasilitas dan kenyamanan rusunawa disampaikan mahasiswa kepada pihak terkait, yaitu koordinator asrama. Segala keluhan disampaikan mahasiswa kepada satpam terlebih dahulu karena satpam merupakan pihak pengelola rusunawa yang paling dekat dan selalu ada. Kemudian satpam menyampaikan keluhan kepada Koordinator asrama dan akhirnya disampaikan kepada Badan Pengelola Usaha (BPU). “Barang mana yang masih bisa dipakai dan layak itu saya ambil dan saya ganti, tapi jika sudah menyangkut banyak, kita lapor ke BPU. Biasanya untuk proses penggantian barang agar disetujui BPU, menunggunya satu tahun karena terkait anggaran yang cair setahun sekali,” ungkap Gogi terkait perbaikan fasilitas yang rusak. Namun, fasilitas yang rusak tetap saja lama diproses atau diperbaiki baik dari pihak Satpam, Koordinator, maupun BPU. Koordinator rusunawa sendiri mengatakan, segala masalah yang ada dalam asrama akan ditampung dan diselesaikan bersama, tetapi eksekusinya tetap lambat. “Semua aspirasi memang sudah ditampung tapi belum ada yang terpenuhi misalnya masih banyak yang belum terpenuhi gitu loh tapi memang pak gogi menampung aspirasi semua penghuni asrama jadi hanya ditampung saja,” ujar RD terkait penanganan keluhan dalam rusunawa. Aspirasi dan keluhan yang hanya ditampung dan disampaikan kepada koordinator menyebabkan kurangnya transparansi antara BPU dan penghuni rusunawa. Pihak BPU hanya mendengarkan dan mendapat laporan dari koordinator dan laporan dari mahasiswi penghuni asrama tidak akan sampai jika BPU hanya menunggu laporan dari koordinator saja. Pihak BPU sebaiknya juga melakukan kunjungan secara rutin ke rusunawa agar aspirasi seperti permintaan penjaga perempuan atau ibu asrama dapat sampai ke telinga BPU (lia/lin/ysl)