Pengabdian Masyarakat dan KKN Dua SKS yang Dapat Ditabung Diusung sebagai Solusi untuk Mahasiswa
Ilustrasi Regulasi
Sumber: Freepik
Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur (UPNVJT) tahun ajaran 2023-2024 telah berjalan. Banyak mahasiswa yang berharap dengan mengikuti program MBKM, salah satunya nonpengabdian masyarakat dapat sekaligus melakukan konversi Kuliah Kerja Nyata (KKN) seperti program tahun 2022. Namun, muncul kabar dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) pada (26/9) bahwa kegiatan MBKM nonpengabdian masyarakat untuk konversi nilai KKN yang setara dengan dua Satuan Kredit Semester (SKS) harus memenuhi luaran yang telah ditentukan oleh LPPM melalui kegiatan pengabdian masyarakat.
Hal ini tentu menuai berbagai respons dari mahasiswa karena pengumuman LPPM ini dikeluarkan ketika program MBKM tengah dilaksanakan. Menanggapi hal ini, Zainal selaku Kepala Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat dan KKN mengungkapkan bahwa untuk melakukan konversi 20 SKS harus memenuhi skala luaran yang setara dengan KKN dua SKS. “Kalau kita mau jujur tidak banyak program MBKM itu yang bisa memenuhi ketentuan atau memiliki kegiatan pengabdian masyarakat,” ujarnya pada (12/10). Ia menjelaskan bahwa pengabdian masyarakat merupakan kegiatan civitas academica yang turut berperan dalam membangun masyarakat.
Pengumuman mengenai ketentuan konversi pada tahun 2023 tidak dilakukan di awal sebelum program MBKM dimulai karena tidak semua program MBKM dimulai secara bersamaan. “Ada yang semester belum jalan sudah pendaftaran. KPRS (Kartu Perubahan Rencana Studi) belum mulai, ada yang sudah diterima, tapi ada yang sudah KPRS, sudah sekian minggu kuliah, lalu baru diterima MBKM, lalu dialihkan ke KRS (Kartu Rencana Studi) MBKM,” jelasnya. Perubahan ketentuan konversi pada tahun 2023 disebabkan karena luaran yang dilakukan mahasiswa pada tahun 2022 periode kedua program MBKM mengalami penurunan kualitas.
Beberapa bentuk luaran yang telah dilakukan untuk konversi tahun 2022, yaitu konten yang diunggah di Youtube dan pembuatan akun Instagram untuk dokumentasi aktivitas selama program MBKM. “Sebagian besar mereka yang mengajukan konversi itu, baru mengunggah konten itu dua sampai satu minggu sebelum batas waktu akhir konversi dan beberapa luaran itu juga dikerjakan asal-asalan,” tuturnya.
Mengenai program pengabdian masyarakat, Zainal menjelaskan bahwa program tersebut merupakan jalan tengah bagi mahasiswa yang tidak dapat melakukan konversi KKN yang diusulkan dan dirancang oleh program studi (prodi). “Kalau KKN ranah kami (LPPM), kami (LPPM) yang merancang, tapi kalau pengabdian masyarakat yang ingin dikonversi, silakan prodi, sesuai arahan dari Warek (Wakil Rektor) 1, prodi yang merancang,” jelasnya. LPPM saat ini sedang menunggu prodi dalam merancang program pengabdian masyarakat untuk mahasiswa.
Selain itu, LPPM juga memberikan solusi lain yaitu KKN dua SKS. “Di semester berjalan ini, LPPM juga mengeluarkan kebijakan KKN dua SKS yang bisa ditabung. Artinya mereka menjalani kegiatan dulu, nanti KRS-nya di semester depan,” tutur Zainal. Ia menilai bahwa solusi KKN dua SKS merupakan solusi yang saling memuaskan semua pihak dan ke depannya LPPM tidak akan memberlakukan konversi KKN lagi. “LPPM terus mengevaluasi konversi KKN. Jika sekiranya sudah tidak relevan, sebagaimana beberapa PT (Perguruan Tinggi) lain, KKN tidak dapat dikonversi,” jelas Zainal.
Adanya kebijakan perubahan konversi ini menuai respons dari mahasiswa, salah satunya adalah Chrysilla Citra (FIK/21) yang sedang mengikuti program MBKM MSIB. Ia mengungkapkan bahwa kebijakan baru mengenai konversi memengaruhi rencana konversi miliknya. “Karena saya itu melihat dari angkatan atas itu kan bisa langsung dikonversi KKN, waktu muncul berita ini tuh jadi bingung dan kaget,” tutur Chrysilla pada (15/10). Menurut Chrysilla, beban kerja semakin besar karena pengabdian masyarakat harus dilakukan dengan langsung terjun ke masyarakat.
Ia juga mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi ketika melakukan pengabdian masyarakat, “Jadi, sulitnya itu harus mengatur jadwal dari masing-masing anggota karena kita kan dari mitra yang berbeda-beda. Jadi, jadwalnya sudah pasti beda-beda, terus juga harus menyesuaikan jadwal lagi dengan pihak dari objek KKN dari kita.” Chrysilla mengaku pada saat ini tengah komunikasi lebih lanjut dengan pihak objek KKN, survei tempat, dan diskusi lebih lanjut tentang objek KKN.
Selain Chrysilla, Makrufatus Sa’idah (FISIP/21), mahasiswa yang mengikuti program MSIB pun merasa bahwa beban mahasiswa bertambah dua kali lipat. “Jadi beban kita itu bertambah dua kali gitu. Apalagi MSIB kan juga ngerjain mulai dari logbook bulanan, harian, logbook akhir,” tutur Marufatus pada (17/10). Ia mengaku keberatan dengan adanya kebijakan baru kegiatan magang tidak bisa dikonversi menjadi KKN seperti tahun lalu.
Ia menuturkan bahwa sedang magang di Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang tugas-tugas yang dikerjakan berhubungan langsung dengan masyarakat sama seperti pengabdian masyarakat. “Nah, tugas-tugas saya di sini juga hampir mirip sama pengabdian masyarakat, tetapi seumpama saya jadi ambil konversi KKN, saya tetap mengerjakan luaran KKN dan tetap melakukan KKN selama satu bulan. Jadi, menurut saya bukan yang dirugikan ya, saya hanya keberatan gitu aja,” jelas Makrufatus.
Menurut Makrufatus, peraturan perubahan konversi dapat dilakukan sebelum magang dimulai, yaitu awal semester atau menunggu batch MBKM tahun 2023 selesai. “Penutupan semester kemarin itu seharusnya sudah diinfokan agar kita juga bisa mempertimbangkan. Kalau gak ya nunggu batch kita selesai dulu, soalnya ini kan pertengahan nanggung kalau kita gak nerusin magang kan ya eman gitu. Jadi, ada dua opsi,” tuturnya.
Senada dengan pernyataan Makrufatus, Chrysilla juga menuturkan bahwa peraturan perubahan konversi seharusnya disampaikan sebelum semester baru dimulai. “Menurut saya, sebelum dimulai semester karena dari dosen PIC (Person In Charge) MBKM sering mengingatkan harus memperhatikan luaran-luaran KKN itu sebelum kita memulai semester. Menurut saya, dari LPPM malah memberikan kebijakan ini di tengah-tengah kegiatan. Jadi, itu yang membuat kelimpungan dan bingung,” jelas Chrysilla.
Sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan konversi, Makrufatus menuturkan jika terdapat perubahan informasi mengenai akademik, sebaiknya dilakukan di awal sebelum mahasiswa melakukan kegiatan MBKM sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dari mahasiswa. Chrysilla pun berharap hal yang sama, yaitu kebijakan dapat disampaikan lebih awal dan dapat melakukan peninjauan terkait aturan yang disesuaikan dengan keadaan mahasiswa. Zainal mengungkapkan setelah program pengabdian masyarakat dirancang oleh prodi, LPPM akan mendiskusikan mengenai tempat dan bentuk kegiatan dari pengabdian masyarakat. (der/ndy/tsy)