Jakarta vs Everybody, Metropolitan Dewasa dengan Perspektif Berbeda

Oleh : Mujtahiddin Assyiddiecky

Sumber Gambar : suaramerdeka.com

 

Film berjudul Jakarta vs Everybody yang berdurasi 101 menit diperankan oleh Jefri Nichol (Dominik), Wulan Guritno (Pinkan), Ganindra Bimo (Radit), Jajang C. Noor (Ratih), Dea Panendra (Khansa). Ertanto Robby Soediskam  menjadi kemudi dari film ini mulai dari produser, sutradara, hingga penulis naskahnya. Film ini bisa dinikmati masyarakat Indonesia mulai 19 Maret 2022 di platform menonton digital bioskoponline.com. Bersampulkan partisipan mewah di dunia seni peran seperti Jefri Nichol dan Wulan Guritno, film ini sukses menempatkan diri pada jajaran topik pembicaraan kritikus film di bulan ini. Sejatinya, film ini telah diputar untuk Festival Film Black Nights Tallinn ke-24  di Estonia pada 26 November 2020. Dijadwalkan masuk bioskop setahun kemudian, penayangan ditunda akibat pandemi, sampai pada akhirnya platform film digital mendapatkan hak penayangan pada tahun ini. 

Bercerita tentang Dominik yang merantau ke ibu kota untuk mewujudkan mimpinya sebagai aktor ternama di Indonesia. Proses yang dihadapi Dom tidaklah mudah, mulai dari adu jotos dengan kru film karena merasa direndahkan, hingga dijadikan bahan onani oleh salah satu produser gadungan. Segalanya berjalan buruk untuk pria 23 tahun ini, Jakarta sedang berlaku kurang ramah pada tamunya kali ini. Singkat cerita, Dom malah bertemu dengan Pinkan dan Radit yang merupakan pasangan kekasih. Dom akhirnya ikut mereka pulang karena sudah tidak memiliki tempat tinggal. Setelah sampai pada rumah susun milik Ratih yang nantinya menjadi latar sebagian besar fiml ini, Dom sadar bahwa dua teman barunya merupakan bandar narkoba. Dari sinilah seluruh alur utama film ini dimulai. 

Dom yang menyadari bahwa butuh uang untuk bertahan hidup, akhirnya bergabung menjadi seorang kurir narkoba kepercayaan Radit. Perjalanan Dom bertemu dengan banyak orang dan pengalaman baru bagi hidupnya. Mulai dari Pinkan yang ternyata menaruh hati pada Dom walaupun Radit telah menyadarinya. Lalu, Khansa seorang perias mayat yang juga seorang pecandu narkoba pernah berbagi hati dengan Dom. Pada aksi terakhirnya, Dom tertangkap polisi yang untungnya Radit masih bisa membebaskannya. Radit dan Dom sempat bersitegang karena Dom memutuskan untuk mencoba casting kembali. Namun, akhirnya mereka saling memaafkan dan Radit justru menyuruh Dom untuk menjemput Pinkan malam harinya setelah selesai menjadi DJ (Disc Jockey). Radit yang berpamitan untuk mengambil narkoba ternyata tidak kembali lagi dalam frame film karena dilaporkan oleh sesama bandar pada kepolisian. Dom yang menyadari Radit tertangkap, akhirnya memutuskan untuk meninggalkan dunia narkoba dan segala intriknya. Film selesai tanpa akhir yang menjelaskan segala konflik yang ingin disampaikan sejak awal. 

Salut dengan latar dan pengemasan cerita pada film ini. Latar tempat yang disajikan benar-benar menggambarkan suasana metropolitan Jakarta pada penonton. Dialog yang dekat dengan penonton hingga berbagai keadaan yang memang kita jumpai di keseharian daerah pinggiran. Secara alur, film ini maju total tanpa ada flashback yang berpengaruh besar pada jalannya skenario. Narkoba dan segala prosesnya mulai dari penimbangan hingga pengedaran akan kita jumpai di film ini. Sang sutradara berhasil memberikan edukasi bahwa narkoba bukan hal yang baik melalui para pelaku bisnis narkoba itu sendiri. 

Kita beralih ke masing-masing pemeran, mulai dari Jefri Nichol sang pemeran utama. Nichol memang memiliki karakteristik yang pas untuk memerankan Dominic. Pada film ini, ia benar-benar lepas dari branding Nathan dan Hema pada film yang sebelumnya ia bintangi. Nichol menjadi berbagai peran pada film ini, mulai dari pekerja delivery pizza hingga menjadi waria demi menyamar untuk mengedarkan narkoba. Sepertinya pada film ini merupakan debutnya untuk melakoni adegan yang bersifat dewasa dengan dua lawan mainnya sekaligus, Wulan Guritno dan Dea Panendra.

Wulan Guritno berperan sebagai wanita seksi yang berpasangan dengan Ganindra Bimo. Performa keduanya bisa dibilang cukup memuaskan, apalagi Ganindra Bimo yang menurut saya sangat sukses memerankan sosok pecandu narkoba yang bipolar dan temperamental pada diri Radit. Ratih, sang pemilik rumah susun yang dari awal mewanti-wanti Dom agar tidak terjebak narkoba ternyata malah bandar narkoba dan menjalin hubungan dengan Radit. Apresiasi khusus pada Dea Panendra, akting yang diberikan benar-benar totalitas. Dea selalu memberikan seluruh yang ia punya bagi film yang dibintanginya, termasuk film ini. Percakapannya dengan Nichol, hingga perspektif berpikirnya membuat satu momen yang paling membekas dari film ini. 

Sayangnya, banyak bagian yang juga kurang memuaskan dari film ini. Konflik yang dihadirkan kurang matang sehingga tidak ada permasalahan yang membuat kita fokus untuk memecahkannya. Bahkan, saya sendiri belum memiliki alasan untuk memberi atensi khusus pada Dom yang merupakan tokoh sentral selama film berlangsung. Yang paling disayangkan menurut saya adalah akhir film yang terkesan dipaksakan dan tidak ada penyelesaian dari konflik yang berusaha dihadirkan. Ekspektasi saya, ada kelanjutan hubungan antara Dom dan Khansa, lalu konflik antara Dom dan Radit setelah perselingkuhan Dom dan Pinkan. Akhir ulasan, film ini cukup direkomendasikan untuk ditonton karena memberikan gambaran Jakarta dan aktivitasnya dari sudut pandang yang unik.

Post Author: pers-upn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *