Judul: Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto
Penulis: John Roosa
Jenis Buku: Sejarah
Penerbit: Institut Sejarah Sosial Indonesia dan Hasta Mitra
Cetakan : I, 2008
Tebal: xxiv+392 halaman
Buku “Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto” merupakan satu di antara sekian buku yang membahas tentang Gerakan 30 September (G-30S) dari sudut pandang sejarah. Tidak seperti buku lain yang menonjolkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang utamanya, penulis memutuskan untuk bersikap netral dan menelaah kembali sumber sejarah yang beredar. Dengan mengutamakan riset, John Roosa, penulis buku ini yang juga sejarawan dari Universitas British Columbia, mengajak pembaca untuk lebih fokus kepada pihak yang paling diuntungkan pasca terjadinya tragedi G-30S.
Pada pendahuluan, penulis memaparkan secara gamblang dampak G-30S terhadap perjalanan bangsa Indonesia. Ada berbagai situasi tragis yang diangkat, seperti: bagaimana Soekarno kehilangan orang-orang kepercayaannya, kekejaman Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) terhadap PKI dan terduga PKI, dan pergantian rezim (dari Orde Lama menuju Orde Baru) yang penuh dengan taktik juga tipu muslihat. Dalam risetnya, Roosa menemukan banyak kejanggalan terkait G-30S. Informasi yang diberikan pemerintah melalui Radio Republik Indonesia (RRI) kala itu terkesan berlawanan dari hari ke hari. Kenyataan bahwa suasana Kostrad yang tenang dan cepatnya respons Suharto dalam menanggapi G-30S pada 1 Oktober 1965 menimbulkan kecurigaan yang menuntunnya kepada benang merah peristiwa ini.
Sorotan utama yang menjadikan buku ini layak menjadi acuan terkait G-30S adalah pencantuman sumber primer yang tidak ada di buku sejarah lain. Dokumen Supardjo, wawancara Roosa dengan Hasan, tulisan-tulisan Muhammad Munir dan Iskandar Subekti yang tersimpan di Amsterdam (keduanya petinggi PKI), beberapa memoar, dan dokumen-dokumen rahasia AS yang sudah diumumkan adalah beberapa sumber yang digunakan Roosa untuk mengungkap berbagai fakta baru. Salah satu fakta mencengangkan yang berhasil digali oleh Roosa adalah campur tangan Sjam alias Kamaruzaman dan Biro Chususnya terhadap peristiwa G-30S. Disebutkan, bahwa Sjam sebenarnya orang kepercayaan Aidit yang sudah bekerja dengannya selama 15 tahun, ditugaskan untuk memata-matai Angkatan Darat, juga perantara PKI dan Angkatan Darat. Hal ini dilakukan karena PKI tidak ingin ada baku tembak dengan Angkatan Darat karena mereka tidak memiliki persenjataan yang cukup.
Supardjo, dalam dokumennya menuliskan G-30S adalah kegiatan yang dijalankan secara militer namun kacau karena tidak adanya satu komando. Beliau juga menyebutkan, G30S bisa digolongkan ke dalam pemberontakan militer, percobaan kudeta atau pemberontakan sosial. Analisis berbagai tokoh lain seperti Suharto dan Pemerintah AS juga tidak dilewatkan oleh Roosa. Ternyata, sejak dulu Pemerintah AS tidak menyukai Soekarno karena kebijakan politik bebas aktif dan nasionalisasi ekonomi yang dicanangkannya menghalangi investasi AS di negeri yang kaya potensi ini.
Buku ini direkomendasikan sebagai salah satu referensi penting karena mengangkat kronologi G-30S dengan analisis yang menyeluruh. Narasinya yang mendalam menuntut pembaca untuk ikut menelaah keganjilan informasi dan menyimpulkan sendiri inti dari peristiwa berdarah yang seketika mengubah wajah Indonesia tersebut. Masih ada beberapa istilah asing yang dapat membuat pembaca kebingungan dalam memahami isi buku ini, seperti: putsch dan kup (keduanya memiliki arti kudeta), juga Chusus (baca: khusus). Beberapa sumber hanya disalin ala kadarnya dengan mempertahankan ejaan lama, tanpa penyesuaian kepada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).