Judul Film : Sang Kiai (2013)
Sutradara : Rako Prijanto
Produser : Gope T. Samtani
Penulis Naskah : Anggoro Saronto
Pemeran : – Ikranagara (KH. Hasyim Asyari)
– Christine Hakim (Masruroh/ Nyai Kapu)
– Adipati Dolken (Harun)
– Miriza Febriyani Batubara (Sari)
– Agus Kuncoro Adi (KH. Wahid Hasyim)
– Dayat Simbaia (KH. Yusuf Hasyim)
– Boy Permana (KH. Karim Hasyim)
– Dimas Aditya (Hamzah)
– Royham Hidayat (Khamid)
– Ernestsan Samudera (Abdi)
– Ayes Kassar (Baidhowi)
– Arswendi Nasution (KH. A. Wahab Hasbullah)
– Dymas Agust (KH. Mas Mansur)
– Andrew tigg (Brigadir Mallaby)
Durasi : 2 Jam 16 Menit 27 Detik
Film “Sang Kiai” menceritakan tentang awal mula kedatangan Jepang di Indonesia yang memorak-porandakan keadaan masyarakat pribumi dan membuat Nusantara semakin tercekik akan kemiskinan, Jepang mengambil banyak jalan untuk menarik simpati rakyat, salah satunya dengan jalan agama. Film ini adalah kisah dari seorang pemuka agama, tokoh besar yang disegani dan memiliki pengikut yang sangat banyak yaitu KH Hasyim Asyari. Beliau juga dikenal sebagai pendiri Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang dan organisasi Nahdhatul Ulama.
Awal kedatangan Jepang disambut dengan antusiasme dan kebahagiaan yang tinggi dari Rakyat karena dianggap telah membebaskan Indonesia dari belenggu Belanda. Namun seiring berjalannya waktu ,Jepang mulai menunjukkan sifat tamaknya yang berambisi untuk menguasai kekayaan alam Nusantara.
Hingga pada suatu ketika, Kyai dituduh telah menghasut rakyat sehingga terjadi kerusuhan di pabrik Cukir yang mengakibatkan ia ditangkap oleh Jepang. Beliau dipaksa menandatangani perjanjian untuk bersedia melakukan Seikere yaitu upacara yang dilakukan tentara Jepang dengan menyembah Dewa matahari. Namun beliau dengan keras menolak perintah tersebut. Melihat Kyai mendapatkan perlakuan yang kejam dari Jepang, santri tebu Ireng berbondong-bondong mendatangi markas Jepang walau tak memperoleh hasil yang nyata. Jepang terdesak hingga akhirnya memutuskan untuk memindahkan KH Hasyim Asyari ke Mojokerto.
Wahid Hasyim bersama para tokoh agama menempuh jalan diplomasi. Mereka mengadakan pertemuan membahas strategi untuk melawan Jepang dengan berpura-pura mendukung Jepang dan memanfaatkan fasilitas dari Jepang , serta membentuk panitia pembelaan ulama NU yang ditangkap Jepang. Dengan dibantu A. Hamid Ono, para petinggi Jepang memutuskan untuk melepaskan semua Kyai yang ditawan. Pada 7 Desember 1942 di Batavia, Jepang mengumpulkan seluruh Kyai di Jawa. Hingga pada Oktober 1943, Jepang membubarkan MIAI dan mendirikan Masyumi yang dipimpin oleh KH Hasyim Asyari. Jepang meminta MASYUMI untuk membuat khotbah propaganda dengan anjuran memperbanyak hasil bumi yang disampaikan saat sembahyang pada hari Jumat dengan menyentil ayat-ayat Alquran dan Hadits untuk mendapatkan simpati dari rakyat.
Kebijakan Jepang untuk menambah hasil bumi menuai protes dari berbagai kalangan, pasalnya hasil bumi yang seharusnya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat justru harus disetor kepada Jepang. Beberapa kalangan melakukan aksi, salah satunya adalah KH. Zaenal Mustafa , melalui tindakannya Jepang akhirnya memenggal KH Zaenal Mustafa di depan umum, agar rakyat merasa takut dan tunduk terhadap Jepang. Tokoh Harun merasa KH Hasyim Asyari telah berbeda, masyarakat beranggapan bahwa MASYUMI telah berpihak kepada Jepang karena membiarkan peristiwa tersebut.
Pada 14 Agustus 1945, Jepang menyatakan kalah dari Sekutu. Keberadaan Jepang semakin melemah, rakyat Indonesia semakin bersatu dan para tokoh Nasional selalu memikirkan gerakan yang akan dilakukan ke depan. Kemerdekaan telah dikumandangkan tiga hari kemudian, Bung Tomo ikut menyuarakan di depan rakyat Surabaya dengan selalu menyebut kebesaran Allah.
Film ini diakhiri dengan meninggalnya KH Hasyim Asyari disaat nasihat beliau begitu dibutuhkan oleh tokoh nasional lainnya. Kematian beliau menjadi duka dan kesedihan yang mendalam, bukan hanya untuk keluarga namun juga untuk seluruh santri dan seluruh kalangan tokoh masyarakat.
Film ini patut untuk direkomendasikan untuk semua kalangan usia, dari film ini dapat kita ketahui peran santri dalam melawan penjajah . Selain itu, kebiasaan dan perilaku teladan sang Kyai juga diperlihatkan walaupun hanya melalui hal-hal kecil. Kemampuan aktor dan aktris dalam mengekspresikan peran juga tidak diragukan, dengan beberapa penyesuaian menurut pada adat dan kebiasaan orang dulu. Namun tidak mustahil ada kekurangan pada film ini, pada menit-menit di akhir alur cerita seakan dipercepat dan beberapa peristiwa penting tidak dimasukkan sehingga menyebabkan sedikit kebingungan bagi penikmat film.