Bukti Rapid Test sebagai Syarat Ikut Ujian
Wabah Covid-19 yang tak kunjung usai menyebabkan perubahan pada pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). UTBK Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang dilaksanakan tanggal 5-12 Juli 2020 mewajibkan peserta untuk mengantongi bukti rapid test sebagai syarat ujian. Kebijakan ini berpedoman pada surat edaran yang dikeluarkan oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini Nomor 421.4/5853/436.8.4/2020 tanggal 2 Juli 2020. Surat edaran tersebut menyatakan bahwa pelaksanaan UTBK di Pusat UTBK di wilayah Surabaya untuk peserta diwajibkan menunjukkan bukti rapid test yang menyatakan Non-Reaktif sebelum bisa mengikuti ujian.
Perbedaan lain pelaksanaan UTBK tahun ini tertuang pula pada panduan yang telah ditetapkan Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) yaitu aturan jarak aman 1,5 meter antar peserta UTBK. “Ruangan pun diatur sedemikian rupa sehingga tidak semua PC digunakan tapi selang-seling. Akibat perubahan ini, kapasitas ruang menjadi 50 persen saja dari kapasitas sebenarnya,” jelas Irwan selaku Ketua Unit Pelaksana Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi (UPT TIK). Selain itu, materi yang diujikan UTBK tahun ini juga hanya mencakup Tes Potensi Skolastik (TPS) dan meniadakan Tes Kompetensi Akademik (TPA) yang ada pada tahun-tahun sebelumnya.
Meski pelaksanaannya sudah dirancang sedemikian rupa, namun pada kenyataannya masih ditemukan beberapa keluhan yang muncul dari peserta. Salah satunya dikutip dari kanal youtube LTMPT Official tentang pertanyaan dari salah satu peserta mengenai kemungkinan adanya UTBK terselenggara secara online. Pertanyaan tersebut dijawab oleh Moh Nasih selaku Ketua LTMPT, bahwasanya skenario UTBK online bisa diselenggarakan namun dibutuhkan waktu yang cukup lama. “Dalam waktu yang cukup singkat ini, tentunya pilihan mengadakan ujian online masih belum menjadi pilihan utama kami,” ujar Moh Nasih.
Kebijakan yang diambil dalam pelaksanaan UTBK ini menuai banyak tanggapan. Menurut Annisa (AGT/18), ketentuan ini memberatkan sebagian peserta karena mahalnya biaya rapidtest dan informasi yang terlalu mendadak. “Pembebasan biaya rapid test hanya bisa apabila peserta memiliki KIP kuliah atau KIS dengan KTP Surabaya, apabila peserta berasal dari luar Surabaya maka harus membayar biaya rapid test di rumah sakit. Misalnya seorang peserta ada kendala biaya maka tidak bisa melakukan rapid test sehingga tidak dapat mengikuti ujian UTBK,” tutur Annisa. Lain halnya dengan Yuanita Soeswarno (Adbis/17), ia mengungkapkan bahwa kebijakan ini tepat dilakukan untuk meminimalisir penyebaran Covid-19. (bil)