Kurangnya Kuota dan Kualitas Giri Pustaka dalam Memenuhi Kebutuhan Mahasiswa UPNVJT
Keramaian Giri Pustaka UPN “Veteran” Jawa Timur
Sumber Dokumentasi Pribadi LPM Pena Merah
Bertambahnya jumlah mahasiswa baru di UPN “Veteran” Jawa Timur (UPNVJT) tidak selaras dengan peningkatan fasilitas bagi mahasiswa baik dari segi kuota maupun kualitas. Giri Pustaka atau perpustakaan pusat di UPNVJT adalah salah satu contohnya yang nyaris setiap hari dipadati ribuan mahasiswa yang datang untuk belajar, mencari referensi, dan menyelesaikan tugas. Menurut Lisa Nadya Irawan, Pengelola Pustaka Elektronik di Unit Penunjang Akademik (UPA) Perpustakaan, kunjungan mahasiswa ke perpustakaan sangat tinggi, mencapai hampir 6000 kunjungan setiap bulannya. Namun, fasilitas yang tersedia saat ini dinilai masih kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa yang berkunjung.
“Dengan banyaknya mahasiswa yang berkunjung, beberapa fasilitas seperti ruang belajar masih belum mencukupi,” ujar Lisa. “Kami berusaha maksimal agar mahasiswa dapat merasa nyaman di perpustakaan meskipun perpustakaan terlihat padat, tetapi satu gedung Giri Pustaka ini harus berbagi ruang dengan unit lain. Misalnya, di lantai bawah ada unit Unit Pelaksana Teknis (UPT) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan konseling, dan di lantai dua kita hanya menggunakan separuhnya karena setengahnya lagi dipakai oleh Pusat Bahasa,” jelasnya. Untuk ruang perpustakaan sendiri, tersedia mulai lantai 2 setengah hingga lantai 4. Lantai 2 mencakup layanan registrasi, peminjaman, dan loker penitipan barang. Lantai 3 difokuskan sebagai ruang baca buku teks, referensi, dan ruang diskusi, serta dilengkapi print corner. Lantai 4 dikhususkan untuk karya ilmiah seperti skripsi dan tugas akhir, dengan area lesehan yang nyaman untuk belajar.
Selain itu, ia juga menambahkan bahwa kurangnya loker juga menjadi masalah tersendiri pada saat ini. Beberapa usaha telah dilakukan pihak pengurus Giri Pustaka, seperti memanfaatkan teknologi digital dalam sistem peminjaman atau pengembalian loker. “Loker kita banyak, tapi banyak juga kunci yang hilang. Sekarang, kami evaluasi peminjaman loker harus menggunakan NPM dan barcode agar bisa mendeteksi siapa yang meminjam. Jadi, jika ada kunci yang hilang, kami bisa meminta pertanggung jawaban,” terang Lisa. Masalah lain yang juga belum terselesaikan di antaranya adalah kurang kondusifnya ruang baca atau belajar.
Keista Romadhona (FISIP/23) mengungkapkan pengalamannya mencari tempat belajar di perpustakaan. “Di lantai dua itu susah dapat tempat. Biasanya, saya belajar di jajaran sofa lantai satu dekat resepsionis,” ujarnya. Dia juga menyoroti ruang perpustakaan yang terasa sempit dan membutuhkan penataan ulang. Dalam pengamatannya, terdapat beberapa area kosong yang bisa dimanfaatkan lebih optimal, misalnya dengan menambah kursi dan meja. “Kadang mahasiswa kesulitan menemukan tempat duduk, terutama saat perpustakaan sedang penuh. Jika ruang kosong ini bisa diisi dengan fasilitas belajar tambahan, pasti akan membantu,” ungkapnya. Hal ini juga didukung oleh upaya perpustakaan untuk menghadirkan alternatif lain, seperti memasang karpet dan beanbag di beberapa sudut agar ruang belajar terasa lebih fleksibel.
Rifda Najah Widad, (FISIP/23) juga merasakan padatnya suasana di perpustakaan yang dinilai kurang kondusif untuk digunakan sebagai tempat belajar. “Kadang-kadang kalau datang itu sudah rame banget. Kalau enggak ada loker, saya bingung mau taruh tas di mana. Akhirnya, sering naruh aja di samping loker, enggak masukin ke dalam,” ungkap Rifda. Suasana di perpustakaan seringkali jauh dari tenang, terutama dengan musik yang diputar terlalu keras. Tidak hanya itu, suara percakapan mahasiswa yang saling berbicara dengan volume tinggi semakin memperburuk keadaan. Alih-alih mendapatkan ketenangan untuk belajar, mahasiswa malah harus berhadapan dengan kebisingan yang mengganggu fokus dan konsentrasi mereka. Keinginan untuk menikmati suasana yang hening menjadi tantangan tersendiri di tengah riuhnya aktivitas di Giri Pustaka.
Dalam upaya menampung lebih banyak mahasiswa, pengelola perpustakaan telah mencoba berbagai solusi sementara seperti menambah loker lama yang sebelumnya tidak digunakan, seperti memasang karpet, bean bag di beberapa ruang kosong untuk menambah ruang baca atau ruang belajar bagi mahasiswa. “Kursi-kursi kita geser, lalu kita pasang karpet dan bean bag supaya lebih banyak yang bisa duduk,” jelas Lisa. Namun, untuk solusi jangka panjang, ia berharap ada dukungan dari pimpinan universitas. “Semoga ada kabar baik dari atasan untuk menambah fasilitas dan anggaran, sehingga perpustakaan bisa lebih berbenah dan mahasiswa lebih nyaman,” harapnya.
Perpustakaan juga menjalin kerja sama dengan pihak ketiga untuk membuka fasilitas print corner di beberapa titik kampus sebagai fasilitas penunjang yang diadaptasi dari perpustakaan Universitas Brawijaya (UB). “Kita ini kan BLU (Badan Layanan Umum), jadi kalau mau buka layanan fotokopi sendiri agak ribet dari sisi pelaporan. Jadi, kita ajak pihak ketiga bekerja sama, seperti yang dilakukan perpustakaan UB. Pihak ketiga ini bekerja sama dengan Badan Pengelola Usaha (BPU) dan langsung menyediakan jasa print di beberapa titik,” tambah Lisa.
Terkait perluasan ruang, Lisa menyebut bahwa hal tersebut menjadi keputusan pimpinan universitas. “Kalau soal pindah gedung, itu keputusan atasan, Rektor. Dalam Surat Keputusan nya, seharusnya gedung Giri Pustaka ini adalah gedung perpustakaan, tapi pada praktiknya kita harus berbagi,” ungkapnya. “Tantangan terbesarnya tentu anggaran dan kebutuhan tambahan tenaga untuk melayani mahasiswa. Pegawai yang ada saat ini sangat terbatas,” katanya, menutup penjelasan. Dengan tingginya antusiasme mahasiswa yang memanfaatkan perpustakaan, diharapkan perbaikan fasilitas dan penambahan ruang bisa segera terealisasi agar dapat memberikan kenyamanan dan mendukung aktivitas belajar mahasiswa. (ash/lta/ar/az/na)