Karena Lapar, Pintu Hati Manusia Dibuka Lebar

Oleh: Nafisa Ari Ramadhani

Ilustrasi: Pintu Tempat Ibadah

Sumber: Freepik

Manusia tidak lain merupakan makhluk yang telah dijanjikan laksana sebaik-baiknya ciptaan pemilik alam semesta. Dihadiahi akal serta pikiran guna menjalani kehidupan duniawi, serta dituliskan serangkaian takdir yang berbeda dari setiap jiwa, tidak dapat disangkal apa adanya anggapan bahwa manusialah yang paling dicintai-Nya. Lantas apakah pernyataan tersebut juga dapat menjawab pertanyaan pasal bagaimana manusia bisa memiliki kekurangan dan bagaimana seorang manusia dapat melakukan kesalahan? Sedangkan, Tuhan sendiri yang mengatakan kalau Ia telah menjadikan manusia paling mulia di antara makhluk-Nya yang lain.

Menyoroti hal tersebut dari kacamata manusia yang tidak luput dari perbuatan tercela, adakalanya pemantik yang menyulut rentetan perbuatan dan perilaku tidak terpuji adalah keadaan. Wejangan perihal tidak terlihat asap bila tak ditemukannya api bukannya dikata tanpa alasan. Akan ada sebab akibat dari apa yang dilakukan oleh setiap manusia, lagi pula siapa juga yang tidak akan makan bila ia merasa lapar? Namun, kembali kepada sifat manusia yang tidak sekadar tentang persoalan perut jadi, untuk menjadikannya sebuah kilah bagi perangai yang keliru rasa-rasanya agak tidak masuk di akal bersama.

Lantas, sanggupkah kita sebagai makhluk yang dibilang mulia ini untuk menata ulang kehidupan yang mulanya miliki ribuan cela dengan hal-hal positif bagi diri sendiri maupun orang di sekitar kita? Apakah bisa dengan sekedip mata kita kontan menjadi pemuka agama setelah memiliki niat untuk merubah diri? Tentu saja tidak. Segala bentuk perubahan yang ada baik pada manusia maupun alam benda tidak akan enteng saja prosesnya, umpama batu yang terus-menerus dihujami tetesan air, seberapa kecil usaha air tersebut dalam membuat perubahan yang besar pada seonggok batu, perlahan tapi pasti dengan mengikuti hukum alam yang ada, dengan berpegang pada harapan yang dinamakan waktu. Benar, hanya waktulah yang dapat membolak-balikkan keadaan. Kalau kata orang, “Tinggal menunggu waktu” bukankah sang waktu ini penting sekali rasanya sampai dengan sabar ditunggu oleh semua lapisan ciptaan Tuhan.

Lantas, apakah dalam benak kalian pertanyaan mulai bermunculan akan kapan waktu terbaik untuk umat manusia memperbaiki diri? Jawabannya adalah kapan saja, selama kita masih diberi kesempatan untuk hidup dan mencoba banyak hal baru di dunia. Namun, tahukah kalian, ada satu waktu di mana umat muslim memiliki bulan yang sangat istimewa, sebab amal baik yang mereka lakukan akan mendapatkan ganjaran yang berkali lipat besarnya. Bulan suci Ramadan, yang tidak lain dan tidak bukan merupakan masa kemenangan, berjuta pahala diturunkan oleh yang maha kuasa, teruntuk manusia yang berharap rida dan rahmat-Nya. Pada bulan ini, Tuhan memanggil hamba-hamba-Nya yang semula mendahulukan kehidupan di dunia, memberi kesempatan besar guna memperbaiki diri. Sekalipun kemarin, hari ini, dan bahkan waktu di mana kita diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk menjadi bagian dari umatnya, akankah ada masa untuk kita benar-benar kembali kepada-Nya dalam persepsi fitri selain di bulan penuh kebaikan kala ini? 

Selayaknya manusia pada umumnya yang mendamba surga, kita berupaya untuk membenahi rongga-rongga kecil yang tidak satu dua jumlahnya. Dengan mencari jalan keluar dari belenggu yang statik, kita, manusia bertanya-tanya, “Sebenarnya yang kita cari di dunia itu apa sih?” 

Mondar-mandir kehidupan di sekitar tak semuanya mampu memberikan jawaban. Ketimpangan yang begitu nyata antara satu individu dengan yang lainnya semakin memperjelas rasa keingintahuan. Masalah sosial, sudah tidak dicap sebagai hal yang tabu lagi di mata warga negara. Setiap hari, setiap jam, setiap detik rasanya saling tumpang tindih desas-desus akan persoalan yang terjadi di kehidupan bermasyarakat. 

Mari kita ambil satu kasus yang tengah marak terjadi di lingkungan sekitar, yang di bulan Ramadan ini bukannya memiliki penurunan persentase, tapi malah melonjak jumlahnya. Adakah kalian mendengar atau bahkan pernah mengalami sendiri kasus pencurian? Segala bentuk pengambilan paksa apa yang sudah menjadi milik orang lain.  Kurangnya kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, serta pengeluaran yang kian meningkat di periode saat ini, atas nama nekat pun orang-orang tak pandang bulu dalam melancarkan aksi. Pada bulan Ramadan yang di penghujung nanti berjumpa dengan Idulfitri, semua orang ingin tampil yang terbaik di mata manusia. Ingin terlihat kaya, terlihat punya, peduli setan dapatnya dari mana. Ah, bukankah kita hanya perlu terlihat baik di mata Allah? Kesenangan duniawi ini fana semata.

Permasalahan dalam lingkup masyarakat tadi bukanlah satu-satunya. Tidak ada salahnya guna menaruh atensi pada peristiwa di sekitar kita, melongokkan wajah untuk memastikan apakah dunia tengah baik-baik saja, atau bahkan sekadar melirik di penghujung mata. Hingga dapat ditarik benang merah atas semuanya, lingkungan yang selama ini kita kira baik ini apakah benarlah ‘baik’ dan selaras dengan angan-angan bersama? 

Baiklah, kembali lagi ke tajuk kita kala ini, tuk merenungkan sudah satu arah kah kita dengan tujuan Allah SWT dalam mengistimewakan bulan Ramadan dari bulan-bulan terbaik lainnya? Kesejahteraan dari seluruh golongan umat manusia, keadilan yang ditegakkan secara nyata, serta kemanusiaan terhadap sesama. Apakah benar telah diterapkan di negara kita? Sayang sekali bila dikata bahwa secuil saja yang masih tersisa kebenarannya.

Sungguh tidak dalam lingkup dunia, kita ambil bagian yang jauh lebih kecil saja, kehidupan bernegara misalnya, atau dinamika masyarakat di daerah? Pembegalan harta benda, fenomena anak jalanan atau gangster yang mengusik kenyamanan warga, sampai kasus penghilangan nyawa atas dasar penyakit hati. Apakah segalanya telah sesuai dengan konsep kembalinya takwa kepada yang maha kuasa? Sekali lagi manusia tidak pernah luput dari perbuatan ingkar, kekurangan yang dimilikinya pun tidak satu dua. Bila kekeliruan tersebut dibiarkan begitu saja, bukannya bisa dikata percuma Tuhan berbaik hati membuka pintu pada kita yang tidak memenuhi persyaratan untuk melewatinya?

Sementara berada di pertengahan bulan yang sangat mulia ini, marilah kita memperbaiki segala celah yang ada pada diri. Tanpa perlu melihat kesalahan orang lain, tanpa perlu menjadi pemerhati atas kekurangan teman, cukup bermain peran tuk jadi penilai bagi diri sendiri. Koreksi apa yang telah diri ini perbuat dari hal yang paling remeh sekalipun, apakah benar semua yang kita kerjakan telah satu arah dengan tujuan dari Allah SWT di bulan Ramadan untuk seluruh umat manusia?

Karena pada akhirnya setiap manusia akan bergerak pada garis edarnya masing-masing. Seberapa jauhnya kita melangkah pergi, merealisasikan keinginan yang tak kunjung terjadi, takdirlah yang akan membawa kita kembali ke rencana yang telah dirangkai Tuhan sedemikian apiknya. Maka, sudah sepatutnya kita sebagai seorang manusia untuk menjemput takdir tersebut dengan cara yang sebaik-baiknya.

Post Author: pers-upn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *