Oleh: Riska Ayu Dia Lestari
Aksi Tolak RUU Penyiaran di Gedung Negara Grahadi Surabaya
Sumber: Dokumentasi Pribadi UPN “Veteran” Jawa Timur
Menyoroti terkait isu RUU Penyiaran yang baru-baru ini menjadi perbincangan terutama dikalangan para jurnalis. Selasa, 28 Mei 2024 lalu, tepatnya di depan Gedung Grahadi, Surabaya terjadi aksi demonstrasi penolakan RUU Penyiaran. Demonstrasi ini dihadiri oleh massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres). Aksi ini dilakukan tidak hanya untuk menunjukkan ketidakpuasan terhadap substansi RUU tersebut tetapi juga menunjukkan kekhawatiran yang mendalam terkait masa depan kebebasan pers yang terancam.
Penolakan terhadap RUU ini berasal dari beberapa poin krusial yang dianggap akan menghambat kebebasan pers. Salah satu poin tersebut adalah mengenai wewenang yang diberikan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam mengawasi dan mengatur isi konten siaran. Hal ini tentu saja mengundang berbagai opini terkait kebijakan tersebut, para demonstran beranggapan bahwa ini adalah sebuah ancaman.
Adanya kontrol lebih dari pemerintah tentunya akan menyebabkan independensi media akan tergerus dan kualitas informasi yang didapatkan oleh masyarakat akan menurun. Pengaturan pengawasan konten juga dapat membatasi ruang gerak media dan mengancam kebebasan berekspresi warga negara. Wewenang yang diberikan pemerintah kepada KPI juga adalah mengawasi beberapa platform digital seperti Youtube, Crackle, Netflix, Google Play, Hulu Plus, dan Amazon Video, serta kategori audio antara lain, Spotify, Pandora, Amazon Cloud Player, Deezer, dan iTunes. Tentunya hal ini bukan hanya menjadi suatu keresahan bagi para Jurnalis yang terafiliasi, tetapi juga menjadi keresahan bagi seluruh masyarakat indonesia. Mengingat ini bukan lagi sekedar kebebasan pers yang dibungkam melainkan tentang kebebasan karya yang mulai dibatasi.
Mengambil contoh, ketika seorang masyarakat membuat konten berita di youtube, kemudian dalam kontennya dia membahas mengenai pemerintahan di Indonesia yang dinilai tidak sesuai. Pastinya KPI dapat dengan mudah menghapus konten tersebut atau paling parah akun dari pembuat konten akan dihapus secara permanen. Adanya kemungkinan tersebut seharusnya membuat masyarakat juga ikut serta merasakan keresahan ini, akan tetapi ketika melihat dari jumlah massa yang mengikuti demonstrasi pada hari itu didominasi oleh jurnalis media, para mahasiswa dan beberapa masyarakat yang berkecimpungan di bidang jurnalistik menunjukkan bahwa masyarakat seringkali kurang responsif terhadap berbagai berita yang seharusnya mendapat perhatian lebih. Padahal di era digital ini penyebaran berita tentunya sangat cepat dan dapat dengan mudah diakses sehingga penting bagi kita untuk tetap memperhatikan isu-isu serta memahami implikasinya.
Hal ini terjadi ketika undang-undang tersebut masih berupa rancangan, bayangkan jika RUU Penyiaran ini benar-benar disahkan oleh pemerintah. Pastinya setiap informasi yang tersebar kepada seluruh masyarakat akan mengalami penyaringan oleh KPI. Kualitas berita yang diterima bisa saja terdistorsi dan bahkan bukan lagi berita yang sesuai dengan fakta. Pembatasan ini juga tidak hanya akan berpengaruh pada kualitas berita tetapi ada kemungkinan bahwa pekerja kreatif akan kehilangan pekerjaan mereka jika undang-undang kontroversial yang membatasi kebebasan berbicara disahkan nantinya seperti bagi konten kreator media sosial, youtube, pembawa acara podcast serta pembuat konten lainnya.
Pada dasarnya media yang bebas dan independen adalah mereka yang dapat mengawasi kekuasaan, menjaga transparansi, serta memungkinkan berbagai perspektif dan suara untuk didengar. Namun, adanya RUU Penyiaran yang baru-baru ini hendak disahkan dianggap mengurangi fungsi tersebut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa media akan berubah menjadi alat propaganda yang hanya mendukung kepentingan kelompok tertentu sebagai akibat dari adanya pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah. Hal ini tentunya akan menimbulkan resiko bahwa informasi yang disampaikan media tidak lagi bersifat obyektif dan netral, melainkan dipengaruhi oleh agenda politik atau ekonomi tertentu.
Pengawasan yang berlebihan juga dapat mengancam kebebasan jurnalis dan media selain itu, RUU ini juga berpotensi memperburuk kondisi jurnalis investigatif yang sering menghadapi ancaman saat melaporkan kasus korupsi atau pelanggaran hak asasi manusia. Jika RUU ini disahkan, kemungkinan besar akan ada lebih banyak sensor dan penindasan terhadap jurnalis yang mencoba melaporkan kebenaran dari apa yang terjadi.
Dengan berbagai dampak negatif tersebut maka kembali harus kita pahami bahwa kebebasan berpendapat merupakan salah satu pilar dalam demokrasi dengan adanya kebebasan ini masyarakat dapat mengungkapkan pikiran, ide, dan perasaan mereka tanpa khawatir akan tindakan represif atau hukuman. Kebebasan ini juga memungkinkan terjadinya pembicaraan terbuka dan jujur tentang berbagai masalah budaya, sosial, dan politik. Hal ini tentunya akan meningkatkan pengetahuan kolektif. Begitu pula, dengan adanya kebebasan dalam berkarya yang juga menjadi hak seluruh masyarakat. Melalui kebebasan ini maka segala kreativitas dan keragaman dalam seni, sastra, dan media, akan memicu munculnya karya inovatif dan inspiratif juga dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk dapat mengkritik kebijakan yang tidak adil, menyuarakan kebutuhan dan aspirasi mereka, serta mendorong terjadinya perubahan.
Maka penolakan terhadap RUU penyiaran ini harus terus disuarakan dengan tegas, sehingga sangat penting bagi seluruh masyarakat luas untuk ikut serta dalam menyuarakan penolakan ini. Mereka dapat ikut dengan berpartisipasi dalam demonstrasi, pembuatan petisi maupun diskusi publik. Keterlibatan aktif dari masyarakat tentunya akan memicu perhatian pemerintah, hal ini menunjukkan bahwa RUU penyiaran ini ditentang oleh seluruh lapisan masyarakat yang peduli dengan masa depan demokrasi Indonesia.
Semakin banyaknya suara yang menolak, maka tekanan terhadap pemerintah untuk membatalkan RUU ini semakin meningkat. Masyarakat harus menyadari bahwa peran mereka sangatlah penting dalam proses ini, upaya untuk membatalkan RUU ini tentunya akan berhasil jika masyarakat ikut berpartisipasi aktif. Oleh karena itu, mari kita bekerja sama untuk memperjuangkan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi demi mempertahankan demokrasi yang adil dan sehat.