Langkah Awal dalam Membangun Demokrasi dan Independensi Pers Mahasiswa dengan Landasan Hukum yang Kuat
Perjanjian Kerjasama Dewan Pers dan Kemendikbud terkait Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa
Sumber : PPMI DK Surabaya
Perjanjian kerja sama antara Dewan Pers dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) resmi ditetapkan pada 18 Maret 2024. Perjanjian antara kedua belah pihak tersebut sebagai landasan hukum dalam memperkuat dan melindungi seluruh aktivitas jurnalistik mahasiswa yang dilakukan pada lingkungan perguruan tinggi. Penguatan yang dinyatakan disini menghimbau perguruan tinggi memiliki kewajiban untuk memfasilitasi dan memberikan suatu kebebasan bagi mahasiswa untuk dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat jurnalistik,hal tersebut menunjukkan adanya langkah dari Kemendikbud Ristek untuk mengedukasi sekaligus memberikan peran yang lebih signifikan kepada insan pers mahasiswa.
Eka Nanda yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur (UPNVJT) mengatakan bahwa perjanjian ini dilatarbelakangi oleh Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999. Ia menjelaskan bahwa meskipun UU Pers menjamin hak jurnalistik, namun status pers mahasiswa masih menjadi perdebatan karena berada dibawah naungan perguruan tinggi ini dapat dikhawatirkan memiliki sifat independensi yang tidak optimal. Sehingga adanya perjanjian ini menguntungkan karena pers mahasiswa telah diakui sebagai bagian dari pers pada umumnya.
“Perjanjian kerjasama ini sebenarnya sangat menguntungkan dari pers mahasiswa,karena dengan ini sebenarnya Kemendikbud Ristek itu mengakui bahwa organisasi pers di level universitas itu tuh dilindungi selayaknya dia pers umumnya berdasarkan Undang-Undang Pers 40/1999 gitu lo, memperkuat ini” ujarnya. Perguruan tinggi juga wajib untuk memberikan perlindungan apabila ada sengketa-sengketa yang dianggap mengganggu independensi pers ketika melaksanakan investigasinya di lingkungan kampus.Apabila diperlukan mediasi maka harus disegerakan mediasi.Aktivitas Pers Mahasiswa ini harus dilindungi, bukan malah dihambat.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Dewan Kota (PPMI DK) Surabaya, Iqbal Nizar Zidan, mengatakan bahwa perjanjian ini merupakan hal ditunggu-tunggu oleh pers mahasiswa. “Sebenarnya ini adalah suatu pencapaian untuk pers mahasiswa karena sampai saat ini makin banyak teman-teman persma termasuk di Surabaya yang mengalami “rentenisir”. Jadi kami sangat mendorong adanya payung hukum” tutur Iqbal. Namun, Ia juga mengingatkan bahwa masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perjanjian baru ini yang kemungkinan memiliki celah untuk menjerat pers mahasiswa. Selain itu, jika perjanjian ini tidak berjalan dengan efektif maka PPMI Surabaya akan melakukan koordinasi dengan PPMI Nasional yang memiliki wewenang lebih tinggi.
Adanya perjanjian baru ini membuat pers mahasiswa memiliki landasan yang kuat untuk menjalankan fungsinya secara optimal dalam mengawal demokrasi di kampus dan di masyarakat. Hal ini didukung oleh Eka Nanda yang menjelaskan bahwa pers yang bebas dari tekanan dan interferensi serta mampu menjalankan tugasnya dengan baik sesuai undang-undang merupakan tanda bahwa negara ini memiliki sistem demokrasi yang kuat. “Kalau persnya independen, persnya bagus, tidak ada tekanan apa-apa, dan persnya sudah baik menjalankan tugasnya, dia sudah memenuhi undang-undang pers yang dapat dilaksanakan, maka biasanya indeks demokrasi disuatu negara itu bagus-baik.” jelasnya.
Perjanjian ini diharapkan menjadi langkah awal untuk memperkuat dan melindungi pers mahasiswa di Indonesia dan membawa banyak perubahan positif bagi kebebasan aktivitas pers dan demokrasi di kampus. Iqbal Nizar berharap perjanjian ini dapat membebaskan pers mahasiswa dari tekanan kampus dan mendorong mereka untuk peduli dan berani meliput isu-isu krusial dan berani dalam menghadapi intimidasi yang ada. Demikian dengan Eka Nanda sebagai dosen ia mengingatkan bahwa meskipun pers mahasiswa memiliki kebebasan tetapi juga harus mengetahui batasan agar terhindar dari pelanggaran hukum seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik(UU ITE).(lng/nab)