Dari Banyuwangi hingga Surabaya, Petani Pakel Memperjuangkan Nasib Kawan Mereka
Situasi Demo di Depan Pengadilan Tinggi Surabaya
Sumber: Dokumentasi Pribadi LPM Pena Merah
Rabu, 13 Desember 2023, puluhan petani dari Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi melakukan demonstrasi di depan Pengadilan Tinggi Surabaya. Mereka menuntut keadilan atas kasus pidana yang menjerat tiga warga petani Pakel dalam konflik agraria melawan PT Bumi Sari di desa mereka. Konflik agraria di Pakel sudah berlangsung lama akibat tumpang tindih izin lahan antara warga dengan PT Bumi Sari. Warga mengklaim memiliki bukti kepemilikan berupa Akta Tahun 1929, tetapi selama puluhan tahun PT Bumi Sari telah mengelola ratusan hektare lahan di Pakel. Dalam kasus ini terdapat kejanggalan proses hukum, mulai dari dituduh mangkir hingga tidak dipertimbangkannya klaim warga Pakel atas kepemilikan tanah berdasarkan Akta 1929, yang sebelumnya Akta ini sempat diserahkan dalam bentuk legalisasi notaris, tetapi masih dianggap berita bohong dan tidak menjadi pertimbangan pengadilan.
Februari lalu, tiga petani Pakel ditangkap dan dijadikan tersangka karena didakwa menyebarkan berita bohong yang memicu keonaran. Mereka kemudian divonis 5 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi. Menurut Herman, warga Pakel yang turut berdemo, penangkapan dan kriminalisasi terhadap tiga petani itu tidak adil. “Mereka yang memancing keonaran. Pihak perkebunan pernah merusak tanaman warga tetapi pelaporan kami diabaikan,” tuturnya (13/12). Sementara itu PT Bumi Sari yang juga terlibat konflik diperlakukan berbeda, mulai dari jumlah pendamping hingga peluang menjadi saksi. Ini melahirkan ketidakadilan bagi warga Pakel.
Dalam demo tersebut, petani Pakel yang ikut berorasi dalam aksi itu menuntut agar Pengadilan Tinggi segera memutuskan banding dan membebaskan ketiga rekan mereka dari jeratan pidana. “Kami sudah berkomitmen, senang dan susah kami tanggung bersama. Kami ke sini untuk menuntut keadilan dan kepastian bagi warga kami,” tegas Herman. Menurut Indra dari Tim Advokasi Tekad Garuda yang mendampingi petani Pakel, proses hukum terhadap tiga petani itu mengandung banyak kejanggalan. Misalnya, surat panggilan tidak disampaikan secara patut dan substansinya tidak jelas. “Ini jelas kriminalisasi terhadap perjuangan warga untuk mempertahankan hak atas tanahnya,” ujar Indra (13/12).
Usai berorasi dan melakukan penekanan, perwakilan petani Pakel diminta memasuki ruang mediasi bersama hakim dan staf Pengadilan Tinggi Surabaya. Dalam mediasi tersebut, Wahyu Eka dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur perwakilan petani menyampaikan fakta-fakta terkait konflik agraria di Pakel yang selama ini diabaikan. “Kami mendesak agar pertimbangan konflik agraria dimasukkan dalam putusan banding nanti. Kami juga menyayangkan putusan penolakan praperadilan yang diajukan,” tutur Wahyu selepas mediasi (13/12). Wahyu menambahkan bahwa perjuangan petani Pakel masih panjang. Mereka meminta seluruh elemen masyarakat untuk terus memantau perkembangan kasus ini. Sementara itu, Herman mengatakan aksi demo ini baru permulaan. Petani Pakel bertekad terus berjuang hingga masalah tumpang tindih lahan selesai. “Kami menuntut ganti rugi dan pembatalan izin PT Bumi Sari atas ratusan hektare lahan garapan warga selama ini. Kami juga menuntut pembebasan ketiga rekan kami dari jerat hukum,” tegasnya.
Demonstrasi di depan Pengadilan Tinggi Surabaya itu mereda sekitar pukul 14.30 WIB setelah mediasi. Petani Pakel berharap perjuangan mereka akan membuahkan hasil. “Kami berharap pengadilan tinggi bisa melihat fakta sebenarnya di lapangan, bukan sekadar mengikuti putusan PN (Pengadilan Negeri) sebelumnya. Ini jelas kriminalisasi terhadap warga kecil yang memperjuangkan haknya,” harap Indra. Konflik agraria di Desa Pakel, Kabupaten Banyuwangi ini sudah berlangsung puluhan tahun tanpa solusi. Demo 13 Desember kemarin menjadi salah satu puncak perjuangan petani Pakel melawan ketidakadilan. Mereka bertekad terus berjuang hingga masalah ini tuntas. (ant/esa/ren/wel)