Gebrakan Kampanye 16 HAKTP oleh BEM FISIP dan BEM FH UPNVJT Lewat Film dan Seni Tuai Apresiasi
Seusai Acara “Movie Screening: Gender in Cinema”
Sumber: Dokumentasi Panitia Kampanye 16 HAKTP
16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) menjadi momentum bagi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (BEM FISIP) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur (UPNVJT) untuk menggelar kampanye penyadaran dan pemberdayaan yang masif. Lewat beragam program selama 16 hari ke depan, visi misi kampanye sangat jelas, yaitu tingkatkan kesadaran mahasiswa atas persoalan kekerasan seksual dan kesetaraan gender yang masih meluas. Selain pendekatan formal yang kerap dianggap membosankan, kampanye kali ini mengedepankan pendekatan kreatif dan menarik melalui kegiatan seni dan budaya, melalui medium film, pameran, dan pertunjukan seni menjadi alternatif penyampaian pesan.
Menurut Nadhea Khoirun Nabila (FISIP/22) selaku Ketua Pelaksana kegiatan 16 HAKTP dari BEM FISIP, metode seni dan budaya dianggap lebih efektif menyentuh kesadaran khalayak sasaran. “Kalau misal kita apa ya melakukan kayak penyuluhan atau mungkin kita melakukan edukasi yang secara formal itu pasti teman-teman mahasiswa kan kayak boring gitu-gitu kan. Nah, makanya kita bikin campaign-campaign yang bakal eye-catching buat teman-teman mahasiswa itu bisa apa ya, paham apa yang bakal kita suarain,” ujar Nadhea. Lewat program kerja “Movie Screening: Gender in Cinema” dengan memutarkan film “Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak” karya Mouly Surya yang ditayangkan, kampanye HAKTP UPNVJT sukses membuka mata khalayak mengenai betapa minimnya perlindungan hukum dan sosial bagi perempuan korban kekerasan di Tanah Air.
Menurut Pinky Avisa Ratri (FISIP/22) sebagai peserta kampanye ini berpendapat, film yang dipilih cukup visioner karena bisa mewakili suara perempuan tanpa harus berteriak minta hak, tetapi tetap tegas dan lugas mengingatkan bahwa perempuan patut dihargai dan mendapat rasa aman. “Untuk harapannya, semoga para teman-teman atau para khalayak umum yang sudah menonton film ini makin teredukasi dan makin terbuka pikirannya mengenai mengapa wanita itu perlu disuarakan haknya, semoga film ini bisa jadi pengingat agar tak sembarang melecehkan martabat perempuan,” ujar Pinky. Keputusan menggelar kampanye ini juga merupakan pernyataan tegas BEM FISIP dan BEM FH untuk turut ambil bagian dalam upaya memberantas kekerasan dan ketimpangan gender.
Salah satu faktor utama masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia adalah minimnya edukasi dan kesadaran masyarakat. Maka dari itu, kegiatan seni dan budaya dijadikan media kampanye sangat tepat. Sebagaimana diakui Naura Ardania Nisrina (FH/22) sebagai Ketua Pelaksana kegiatan 16 HAKTP dari BEM FH, dengan cara yang menarik dan tak menggurui ini pesan kampanye lebih mudah diterima dan diresapi para peserta. “Komitmen ke depan kami juga akan terus mengupayakan peningkatan kesadaran mengenai persoalan gender dan kekerasan yang masih tabu di lingkungan kampus melalui media yang komunikatif seperti ini,” tegasnya.
Selain itu, upaya nyata perlindungan korban juga diperlihatkan kedua BEM tersebut dengan membentuk unit pengaduan dan pendampingan korban. Ada bilik pengaduan daring dan luring yang bisa diakses siapa pun tanpa stigma yang merugikan korban. Upaya perlindungan korban kekerasan seksual yang diwujudkan BEM FISIP dan BEM FH patut diacungi jempol. Menurut Nadhea, saat ini kedua BEM tersebut sama-sama memiliki mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual secara internal di lingkungan fakultasnya masing-masing.
“Kalau dari FISIP itu tuh ada CP-nya (Contact Person) gitu, namanya posko aman. Jadi, buat temen-temen yang merasa butuh bantuan atau mungkin pengen didengerin curhatannya atau merasa jadi korban kekerasan seksual nih, tapi cuman mau curhat atau pengen dilanjut ke sanksi yang lebih berat itu temen-temen FISIP bisa mendampingi,” paparnya. Posko Pengaduan daring dan luring ini dikelola langsung oleh BEM FISIP guna menciptakan lingkungan aman bagi korban untuk mengadu. Pengurus BEM siap mendengarkan sekaligus memberikan pendampingan psikologis agar korban merasa nyaman dan terlindungi.
Sementara itu, senada dengan songsongan BEM FISIP, menurut Naura untuk pengaduan kasus serupa di FH juga tersedia bilik pengaduan daring dan luring. “Jadi, masih dalam lingkungan kampus sehingga masyarakat dari FH sendiri bisa melapor lewat situ,” tambahnya. Melihat dengan skema perlindungan korban seperti ini, diharapkan kasus kekerasan seksual di lingkungan UPNVJT bisa makin berkurang. Setidaknya korban merasa aman dan nyaman untuk buka suara, sebagai langkah penting penyelesaian masalah.
Menyongsong acara pembuka kampanye 16 HAKTP di UPNVJT, patut diapresiasi terobosan kreatif dan upaya maksimal dari BEM FISIP dan BEM FH dalam menggelar rangkaian acara yang menarik guna meningkatkan kesadaran soal martabat perempuan ini. Film, pameran seni, dan beragam program lain sukses menggugah peserta agar ikut andil dalam upaya pemberantasan kekerasan terhadap perempuan. Sementara keberadaan unit pengaduan daring dan luring yang ramah korban menjadi solusi jitu menciptakan lingkungan kampus yang aman. Dimulainya kampanye 16 HAKTP ini, besar harapan upaya serupa terus digelorakan ke depannya sehingga mampu menggugah hati dan pikiran mahasiswa UPNVJT agar peka terhadap problematika sosial di sekitarnya, khususnya terkait nasib para perempuan korban kekerasan. (ant/kei/sal)