Berbagai Polemik Rancangan Perpres Jurnalisme Berkualitas

Oleh: Mohamad Danang Imam Danu Arta dan Dini Hikmalinda Putri

Menkominfo menerima draft usulan regulasi publisher rights dari Dewan Pers dan Task Force Media Sustainability.

Sumber: koran-jakarta.com

Pers, sebagai pilar keempat demokrasi Indonesia  disamping kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif memegang peranan penting dalam berjalannya kehidupan bernegara. Pers berperan untuk menjaga keseimbangan antara pilar-pilar penyelenggaraan negara, serta menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengawasi jalannya hirup pikuk pemerintahan. Melalui pers, masyarakat bisa mengetahui berbagai informasi atau peristiwa yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. Tapi tahukah kamu apa itu sebenarnya pers?. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. Akan tetapi, apabila dikaitkan dalam konteks negara demokrasi, pers memiliki peran yang begitu vital, tidak hanya sekadar menyampaikan informasi. Bagi negara penganut sistem demokrasi seperti Indonesia, pers berperan sebagai alat kontrol bagi pemerintah. Alat kontrol bagi pemerintah maksudnya adalah pers memiliki hak untuk mengkritik berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kritik tersebut tertuang dalam bentuk pemberitaan atau informasi yang dikeluarkan oleh pers. Selain itu, pers juga berperan sebagai penyalur aspirasi rakyat.

Beberapa waktu belakangan ini, sorotan publik telah tertuju pada wacana mengenai rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme Berkualitas. Wacana ini telah memicu perdebatan panas dari berbagai pihak, mulai dari organisasi profesi wartawan, platform digital, hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Tujuan mulia untuk mengamankan kualitas jurnalisme, regulasi ini membawa sejumlah masalah yang layak dipertimbangkan secara kritis.

Rancangan Perpres yang telah diserahkan Kominfo ke Sekretariat Kabinet tersebut membahas tiga poin utama yang meliputi; pertama, kerjasama Business to Business; kedua, terkait data; ketiga, terkait algoritma platform digital. Perpres ini dilatarbelakangi oleh upaya pemerintah membangun keberlanjutan industri media di era disrupsi digital. Khusus berkaitan dengan algoritma, adalah sebagai upaya mencegah konten yang potensial mengandung hoaks, misinformasi, disinformasi, atau yang tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta kode etik jurnalistik. Meskipun pada walnya untuk memastikan pemberitaan yang berkualitas, peraturan perundang-undangan semacam ini dapat menimbulkan beberapa implikasi yang kompleks.

Pertama, ancaman ekosistem media digital. Regulasi seperti sebenarnya bukan hal baru negara lain seperti Australia telah menerapkan aturan serupa , yang telah menerapkan The News Media Bargaining Code Regulation. Sepanjang regulasi tersebut dijalankan, banyak pihak menganggap justru berdampak pada penyeleksian berita secara eksklusif, membatasi akses informasi bagi masyarakat yang kemudian berdampak pada rusaknya ekosistem kreator konten di Australia. Tentu saja, dampak ini juga besar kemungkinan akan terjadi Indonesia jika rancanagan Perpres Jurnalisme Berkualitas ini benar-benar diterapkan.

Terkait dengan aturan algoritma, tuntutan agar platform digital mengatur algoritma mereka sesuai dengan kode etik jurnalistik dan keberagaman merupakan langkah yang kontroversial. Meskipun niatnya untuk melawan penyebaran hoaks, tantangan dalam menerapkan aturan semacam ini muncul dalam pengawasan dan seleksi konten yang berkualitas. Adopsi algoritma yang cenderung subjektif berpotensi membawa dampak pada kemerdekaan media dan pluralisme informasi yang diterima masyarakat.

Kedua, tumpah tindih kewenangan. Dewan Pers seharusnya tetap memegang peran pengawasan produk jurnalistik sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers karena memiliki kapabilitas yang mendalam tentang etika dan praktik jurnalistik. Kemungkinan adanya konflik kepentingan dalam Komite Independen yang diusulkan menimbulkan pertanyaan tentang objektivitas pengawasan yang dapat diterapkan. Sejalan dengan hal tersebut, dalam perencanaannya juga akan dibentuk sebuah Komite Independen yang berisikan 11 orang yang terdiri dari Dewan Pers, pakar yang tidak terafiliasi industri media dan platform media sosial, dan unsur kementerian dengan waktu kerja tiga tahun.

Hal yang perlu menjadi atensi peran komite ini tetap harus berada dalam koridor wewenang Dewan Pers, mengingat perannya lebih sebagai lembaga pelaksana perundingan daripada memiliki wewenang yang melebihi Dewan Pers. Setiap individu yang terlibat dalam Komite Independen harus bersifat independen dari berbagai kepentingan baik, pemerintah, perusahaan media, dan platform yang pada saat ini menjelang pesta demokrasi 2024 tak jarang pers menjadi media untuk mem-framming berbagai isu untuk kepentingan pribadi atau kelompok untuk menaikkan elektabilitas menjelang tahun politik 2024.

Terakhir, Meskipun upaya untuk memastikan kontribusi ekonomi bagi media lokal patut diapresiasi, implementasi regulasi ini jika terdapat beberapa permasalahan dapat menghambat inovasi dan kebebasan berpendapat di ruang digital. Dalam konteks ini, perhatian terhadap konsekuensi yang mungkin timbul perlu lebih mendalam.

Regulasi harus menjaga keseimbangan antara tanggung jawab platform digital dan kebebasan media. Oleh karena itu, penyusunan regulasi seperti Perpres Jurnalisme Berkualitas haruslah dipersiapkan dengan matang dan mempertimbangkan implikasi yang mungkin timbul dan memastikan bahwa tujuan perlindungan dan promosi jurnalisme berkualitas tidak merugikan kemerdekaan berpendapat dan pluralisme informasi. Kita sebagai mahasiswa “agent of change” harus mengawal rancangan Perpres Jurnalisme Berkualitas agar jika regulasi ini benar-benar diterapkan dapat mengakomodasi berbagai media mainstream atau rakyat sebagai penerima informasi dapat menerima informasi seperti namanya regulasi ini ”berkualitas”. Menjelang tahun-tahun politik ini jangan sampai pers hanya menjadi platform pribadi atau kelompok untuk berbagai kepentingan karena bagaimanapun demokrasi tanpa adanya pers tidak akan berjalan dengan seimbang.

Post Author: pers-upn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *