Kurangnya Sosialisasi dari Lembaga Berimbas Ketidakpastian Jadwal Pengisian KRS
Ilustrasi Akses Web Siamik
Sumber: Siamik
Ilustrasi: Canva
Pertengahan menuju akhir Januari 2023, Emy Rahma (FISIP/22) mahasiswa perguruan tinggi berjulukan kampus bela negara itu penuh dengan sejumlah berkas di tangan. Ia sedang mempersiapkannya untuk pengajuan keringanan pembayaran UKT, harap-harap cemas agar ‘bandingnya’ diterima oleh pihak lembaga. Kali pertama pergantian semester bagi Emy, segalanya terasa baru, perlu cukup waktu untuk bisa beradaptasi dengan tetek bengek keperluan studinya. Setelah semua berkas dan persyaratan pengajuan keringanan pembayaran UKT telah diunggah, kini Emy hanya tinggal diam menunggu hasil pengajuan bandingnya keluar.
Label mahasiswa yang kini disandang Emy mengharuskannya aktif mencari informasi terkait segala hal demi kelancaran kuliahnya selama beberapa tahun ke depan. Dengar-dengar, mahasiswa semester dua telah dipasrahkan untuk melakukan ‘war’ Kartu Rencana Studi (KRS)-nya sendiri setelah selama semester satu kemarin mengikuti kebijakan paket KRS dari program studi. Emy dan beberapa teman lainnya mulai berandai-andai untuk ‘war’ KRS bersama, berharap mereka akan sekelas nantinya.
Dua puluh tiga Januari, ia memandang cukup lama kalender dalam ponselnya. Berdasarkan kalender akademik yang diberikan oleh kampus, seharusnya pengisian KRS telah dibuka mulai hari ini. Emy membuka laman web Sistem Informasi Akademik (Siamik) untuk melihat tagihan UKT-nya setelah pengajuan keringanan tetapi nihil, hasil tagihannya belum keluar hingga saat itu. Ia beralih membuka aplikasi WhatsApp yang ternyata telah ramai dipenuhi oleh notifikasi dari grup. Semuanya ribut perkara kejelasan jam dibukanya KRS sementara Emy ketar-ketir sibuk memikirkan tagihan UKT-nya yang belum juga keluar di saat tagihan UKT dari teman-temannya yang tidak ikut banding telah keluar sejak beberapa hari lalu.
Bagaimana tidak, syarat untuk bisa melakukan pengisian KRS adalah dengan sudah membayarkan tagihan UKT. Artinya, Emy tidak bisa melakukan pengisian KRS karena belum membayar UKT dan UKT tidak bisa terbayarkan jika tagihannya belum muncul! Sedikit yang ia ingat hari itu, dirinya berulang kali buka-tutup-refresh laman web Siamik demi untuk memastikan jika memang benar tagihan UKT-nya belum keluar.
Hingga akhirnya muncul klarifikasi resmi yang membeberkan bahwa hasil tagihan UKT milik teman-teman mahasiswa yang mengikuti banding memang mundur dengan alasan proses verifikasi pengajuan keringanan yang belum tuntas dari pihak lembaga. Dari sini mulai muncul informasi simpang siur mengenai kejelasan jadwal tepatnya antara hasil tagihan banding UKT keluar dan KRS dibuka. “Aku sempat nanya-nanya, kalau hasil banding mundur otomatis jadwal KRS ikut mundur dong. Menurutku sendiri, KRS ini bener-bener miskom ya, nggak ada info sama sekali (terkait kejelasannya),” tutur Emy mengekspresikan kebingungannya kala itu.
Selang tiga hari setelahnya, (26/01) siang harinya, tagihan UKT dari Emy dan teman-teman lain yang mengikuti pengajuan keringanan telah muncul di laman web Siamik yang menandakan UKT telah dapat dibayarkan. Malam harinya masih di tanggal yang sama, ketika turun hujan yang cukup deras, pengisian KRS untuk fakultasnya tiba-tiba dibuka, menjadikan mahasiswa FISIP sebagai yang pertama ‘war’ KRS kali ini. Emy yang pada saat itu berada di kampung halamannya di Trenggalek panik, pasrah. Hari sudah malam, akses menuju bank terdekat lumayan jauh sedangkan di luar sedang turun hujan.
Bayang-bayang untuk bisa ‘war’ KRS bersama beberapa temannya agar dapat berada di kelas yang sama seketika sirna mengetahui fakta bahwa dirinya belum sempat membayar tagihan UKT di hari tersebut. Malam itu, Emy hanya bisa berharap agar setidaknya ada kelas tersisa untuknya dengan jadwal yang tidak saling bertabrakan. Teman-temannya yang lain sudah war KRS lebih dulu, meninggalkan Emy, tidak bisa disalahkan. Takut-takut tidak mendapat kelas sesuai dengan yang diinginkan jika harus menunggu keesokan hari.
Paginya, Emy dengan segera membayarkan tagihan UKT lalu pulang ke rumah dengan perasaan legowo membuka laman web Siamik, sudah siap dengan segala jenis kemungkinan yang ada, entah jadwal kelas yang berantakan hingga ancaman kehabisan kelas. Yah, sudah menjadi risiko dari mahasiswa yang telat melakukan ‘war’ KRS. Prasangkanya benar, karena kelas yang tersisa tidak banyak mengakibatkan Emy cukup kesulitan untuk mengambil jadwal kelas yang tidak bertabrakan jamnya satu sama lain.
“Seharusnya ada tenggat sih. Minimal 24 jam lah antara keluarnya hasil banding UKT dengan KRS. Mengingat hasil banding juga kan kita nggak tau keluarnya kapan, ada yang bilang pagi, semester-semester kemarin bilangnya pagi. Jadi seenggaknya ada tenggat 24 jam lah, ya karena nggak semua mahasiswa bisa langsung bayar UKT saat itu juga setelah hasil bandingnya keluar. Terus untuk KRS, KRS ini ibaratnya poin penting dalam kehidupan perkuliahan. Jadwal KRS harusnya bisa pasti tanggalnya, jamnya apalagi.” Pengakuan Emy mengenai saran untuk kedepannya kepada pihak kampus.
Dengan atau tanpa disadari oleh Emy, ada mahasiswa dari fakultas lain–yang banyak malah–merasakan hal serupa. Salah satunya, Edelweis Heta (FEB/22) mengaku kagok dengan sistematika pengisian KRS terutama bagi mahasiswa baru. Sosialisasi terkait sistematika pengisian KRS dari pihak kampus dianggap perlu untuk diadakan agar tidak meninggalkan mahasiswanya dalam pertanyaan.
Di sisi lain, Reza Wahyu (FH/22) dan Hilmi Basama (FH/22) menyayangkan laman web Siamik yang lemot dan sering error. “Mungkin tiap fakultas bisa diadain server-nya sendiri. Kemarin kan sempat ketumpukan sama fakultas lain, jadi server 1 buat fakultas ini sama ini, mungkin itu juga yang buat Siamik lemot,” ungkap Hilmi Basama.
Kembali dengan Emy, ia merasa sudah agak tenang karena setidaknya telah mendapat kelas sisa walau tanpa teman. Namun, tiba-tiba muncul pop up notifikasi imbauan kepada seluruh mahasiswa semester dua program studinya untuk menghapus KRS yang telah diambil dan melakukan pengisian KRS ulang.
Alamak! (ila/sow)