Kehadiran Program yang Membutuhkan Kejelasan Perihal Alur dan Regulasi
Sosialisasi SKPM Fakultas Ilmu Komputer (19/9)
Sumber: YouTube/ FASILKOM.UPNVJATIM
Satuan Kredit Poin Mahasiswa (SKPM) merupakan nilai kredit kegiatan yang diperoleh mahasiswa setelah mengikuti kegiatan pengembangan soft skill yang digunakan untuk mengukur nilai kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa. Dalam penerapan SKPM ini mengacu pada Peraturan Rektor (Pertor) Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur No. 5 tahun 2021 tentang mekanisme, perencanaan, validasi, dan verifikasi yang membahas mengenai ketentuan nilai SKPM untuk pengembangan soft skill mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur (UPNVJT). Pertor ini telah ditetapkan pada 27 Agustus 2021 oleh Rektor UPNVJT Akhmad Fauzi dengan memuat 7 bab 18 pasal yang juga dilengkapi rubrik SKPM di dalamnya. Mahasiswa memiliki kewajiban untuk memenuhi SKPM minimal 20 poin tiap semesternya. SKPM ini merupakan indikator untuk melaksanakan KKN serta kelulusan sarjana.
Basuki Rahmat selaku Wadek 3 FIK dan juga sebagai koordinator SKPM bidang 3 memaparkan Pertor ini memiliki fokus untuk mendorong mahasiswa memiliki soft skill untuk menunjang interpersonal mahasiswa semakin baik. Sehingga mahasiswa akan memperoleh Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) yang berisi poin-poin SKPM meliputi poin penalaran dan keilmuan, kepedulian sosial, organisasi, dan kepemimpinan. Namun, perlu diketahui bahwa waktu perencanaan pelaksanaan kegiatan SKPM adalah satu tahun. Pasalnya, pertor ini baru dicanangkan secara resmi melalui launching SKPM pada 4 Agustus 2022 oleh Bidang 3 yaitu kemahasiswaan. Namun, sosialisasi yang dilakukan ini belum merata, hanya mahasiswa baru saja. “Untuk sosialisasi mahasiswa 2021 ke atas harusnya secepatnya dan seharusnya sudah bisa dilakukan karena sistemnya sudah jalan,” papar Basuki (14/9).
Untuk sistematikanya, Basuki menjelaskan dalam wawancara, “Prosedur validasi untuk pengumpulan poin ini bebas dari mahasiswa langsung, jadi nanti pertama mahasiswa merancang bersama dosen wali selama satu semester kedepan mau mengikuti kegiatan apa saja. Kemudian dosen wali akan menyetujui dan divalidasi juga oleh kaprodi. Setelah mengikuti kegiatannya baru mahasiswa bisa upload bukti-buktinya. Selanjutnya dokumen yang sudah lengkap ini akan diverifikasi oleh bidang 3 kalau ini wadek 3 biasanya, nanti wadek 3 akan mengecek atau memverifikasi bahasanya pertor itu mengecek kelengkapan dokumen yang anda lakukan kalau sudah sesuai ya sudah approve dan anda sudah langsung dapat poin,” tutupnya.
Aufa selaku dosen wali program studi administrasi bisnis mendukung adanya kebijakan ini mampu membawa mahasiswa menjadi lebih baik, “Kalau menurut saya, tujuan dari SKPM ini untuk menunjang atau mendorong mahasiswa agar aktif dalam kegiatan di kampus. Kalau saya pribadi sebagai dosen wali, alhamdulillah saya senang dengan adanya SKPM secara tidak langsung memaksa mahasiswa untuk aktif dalam kegiatan di kampus baik dari organisasi, kepanitiaan, atau mungkin beberapa pelatihan seminar. Memang ada penentuan kriteria poin dan poin itu sendiri nanti ada juga digunakan sebagai batas minimum mahasiswa untuk dapat mengikuti ujian akhir. Jadi filosofi SKPM itu dipaksa, terpaksa, dan terbiasa yang akhirnya mendorong mahasiswa lebih aktif aktualisasi diri dengan mengikuti beberapa kegiatan.”
Menanggapi adanya Pertor ini, salah satu mahasiswa berprestasi Elsa Arinda (FT/19) menyatakan kegelisahannya, “Beberapa waktu lalu ada sedikit sosialisasi mengenai SKPM dalam kegiatan PKM. Namun, sepengetahuan saya sosialisasi ini belum disosialisasikan secara menyeluruh. Sehingga jika SKPM hadir di tengah-tengah semester ini, apalagi seperti kami, maka seperti diporak-porandakan. Jika mungkin dilaksanakan untuk seluruh angkatan, sebaiknya ada pertimbangan poin berbeda pada angkatan 2019 sebab sudah di tahun terakhir.” Zahira Faticatiana (FEB/21) juga menyampaikan perlu adanya sosialisasi secara menyeluruh mengenai kebijakan baru ini, “Nah menurut saya SKPM ini belum cukup matang dan masih perlu pengenalan lebih dalam karena juga kan belum adanya sosialisasi terkait SKPM ini sendiri dan juga kan belum ada nya sosialisasi mengenai SKPM ini. Namun, sistematika yang melalui proses panjang ini tentu memiliki kekurangan sehingga perlu ditinjau sebagai upaya memaksimalkan pertor ini,” ujarnya.
Di sisi lain Dyah Puspita (FISIP/20) menyampaikan kesiapannya dalam menghadapi SKPM dengan beberapa alasan, “Kalau menurut saya itu mungkin siap, asalkan ada syaratnya. yaitu syarat sosialisasi dan regulasi, jadi ketika ada sosialisasi utamanya ke mahasiswa dan utamanya aku yang semester 5 maka aku akan mendapatkan banyak informasi dan juga ada ketegasan dari pihak birokrasi kampus. Harapannya dari sosialisasi itu juga dijelaskan mengenai regulasinya. Bagaimana cara kita memproses SKPM, sistem perolehan jumlah atau poin dan juga batas maksimum untuk istilahnya lulus dalam SKPM ini,” katanya. Lanang Agil (FISIP/22) juga menyampaikan bahwa kebijakan SKPM adalah sebuah peluang yang menguntungkan, “Kalau bagi saya ya menguntungkan ya kak, jujur saya pribadi itu orang yang bisa dibilang aktif dalam artian gak mau diem orangnya, jadi kalau ada hal yang membuat saya tertarik, saya akan ikut dengan serius dan fokus pada bidang yang saya pilih sehingga mampu meningkatkan soft skill. Namun, kembali lagi dengan tujuan adanya kebijakan SKPM ini, bisa membantu mahasiswa dalam mengasah soft skill yang diakui dalam bentuk poin. Sehingga ketika mahasiswa lulus, mahasiswa tidak hanya memiliki ijazah tetapi juga SKPI sebagai portofolio mahasiswa,” tutupnya.
Dengan adanya Pertor No. 5 Tahun 2021 ini sebagai wadah bagi mahasiswa untuk memacu kemampuannya sehingga menjadi mahasiswa yang tidak hanya memiliki hard skill yang mumpuni tetapi juga didampingi soft skill yang unggul. Basuki berharap hadirnya kebijakan ini tidak menjadi beban mahasiswa tetapi sebagai peluang untuk mengisi portofolio sebagai pendamping ijazah nanti. Aufa juga berharap mahasiswa mampu mengembangkan soft skill sebanyak-banyaknya. (rca/yyl/ami)