Momentum Agar Tak Lupakan Sejarah Bangsa
Kegiatan Peringatan September Hitam di Giri Loka
Sumber: Dokumentasi UK Persma
Kementerian Pergerakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur (UPNVJT) mengadakan kegiatan “Ngopi Bareng” untuk memperingati September Hitam (22/9). Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 18.30 WIB, dimulai dengan nonton bareng (nobar) film dokumenter, diskusi bersama Andre selaku Presiden BEM UPNVJT sekaligus menjadi pembicara dan David selaku Wakil Menteri Pergerakan BEM UPNVJT. Bertempat di GSG Giri Loka UPNVJT, kegiatan dengan tema “Mengenang Kembali Dosa Rezim Lama” ini berjalan lancar dengan peserta yang berasal dari UPNVJT sendiri maupun diluar UPNVJT. Acara ditutup pada pukul 21.45 WIB dengan aksi Kamisan.
Saiful Anam sebagai Koordinator Acara menyampaikan bahwa kegiatan September Hitam dilaksanakan untuk mengenang peristiwa kelam yang terjadi pada bulan September, seperti pembungkaman HAM, pembunuhan, dan penculikan. Selain untuk mengenang peristiwa kelam, David salah satu inisiator acara, ingin kegiatan September Hitam ini dapat membangkitkan semangat perjuangan mahasiswa. David menuturkan jika acara ini merupakan bentuk untuk membangkitkan kembali semangat perjuangan dan aksi mengenai HAM karena sistem perkuliahan yang dilakukan secara daring.
Pihak BEM-U dalam rangkaian acaranya juga memutarkan beberapa film dokumenter. Kedua film tersebut rupanya memiliki tema yang bertolak belakang. Film pertama merupakan film dramatis dengan bahasa yang penuh syair. Film dramatis ini diharapkan dapat diterima oleh hampir semua kalangan walaupun memiliki makna yang tersirat. Sedangkan film yang kedua menggunakan alur mundur. Walaupun peminatnya sedikit, namun dapat kita ketahui secara langsung apa makna yang terkandung dari film tersebut saat melihatnya. Meskipun demikian, kedua film saling berkesinambungan dan maknanya tersampaikan dengan baik. Kedua film tersebut dipilih untuk menggambarkan apa yang menjadi maksud BEM-U dalam membuat kegiatan.
Antusiasme besar dari peserta yang hadir dalam acara ini menyadarkan kita bahwa masih banyak pemuda yang peduli terhadap bangsanya. Peduli tentang hak-hak yang seharusnya disampaikan sebagai bentuk kebebasan bersuara di negara demokrasi. Hal tersebut juga menjadi tamparan keras bagi pemuda-pemudi bahwasannya banyak sekali pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia saat ini. Bagi Andre, Ketua BEM-U sekaligus pengisi acara, September Hitam dilakukan agar para mahasiswa tidak melupakan tragedi kelam mengenai pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Adanya sesi nobar dan diskusi ini, diharapkan para mahasiswa bisa mengenang dan lebih pro-aktif mengenai kasus pelanggaran HAM yang ada di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, masih banyak sekali pelanggaran HAM berat terjadi di Indonesia dari tahun 1965 hingga tahun 2020.
Salah satu tamu undangan, Robby (FISIP/19) berpendapat bahwa topik diskusi September Hitam selalu menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan karena di bulan September sendiri selalu terjadi peristiwa bersejarah. Robby pun mengatakan alasannya datang yaitu agar ia tidak melupakan sejarah. Hal ini ia katakan saat wawancara (22/9) secara luring setelah acara selesai dilakukan. “Jas Merah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah! Untuk saat ini interaksi mahasiswa terhadap sejarah dan politik itu berkurang. Jadi harus di refresh dengan kegiatan seperti ini.” Baginya, September Hitam juga bermanfaat untuk menambah wawasan dan sudut pandang baru, mengetahui permasalahan di Indonesia dan apa yang harus dilakukan oleh mahasiswa untuk menanggapi permasalahan yang ada.
Sependapat dengan Robby, Gangga (FH/20) melalui wawancara daring (24/9) menuturkan bahwa kegiatan ini membuatnya mengingat dan merenungi dosa lama rezim negeri ini. Menurut Gangga, kegiatan ini bukan sekedar duduk diskusi, melainkan sebuah tamparan untuk dirinya. “Kita agent of change. Kita yang akan menggantikan mereka (Red: memimpin pemerintahan). Kita perlu mengingat hal-hal seperti ini, agar nantinya kita tidak mengulangi kesalahan yang sama atau bahkan menghina para mahasiswa yang menyampaikan pendapatnya.” Namun Gangga sangat menyayangkan kurangnya emosi yang tercipta dalam diskusi kali ini, sehingga ditakutkan apa yang disampaikan akan menjadi sia-sia.
Maulana (FH/20) yang diwawancarai secara daring melalui WhatsApp (24/9) berpendapat, menurutnya diskusi kali ini memiliki kelebihan. Diskusi dikemas santai dengan bahasa yang ringan. Apa yang dibicarakan dapat diterima oleh teman-teman mahasiswa. Mengingat topik mengenai September Hitam ini sangat penting baginya. “Menurut saya kegiatan ini penting untuk mengingat kasus HAM di Indonesia seperti apa. Hal ini bisa dijadikan parameter penegakan hukum di Indonesia mengenai independensi dan keseriusan negara dalam menyelesaikannya.” Tidak jauh berbeda dengan Maulana, Shava (FISIP/21) beranggapan bahwa diskusi yang diadakan sangat menarik dan seru. Terlebih lagi bagi seorang mahasiswa baru sepertinya yang sangat membutuhkan wawasan tentang September Hitam dan pelanggaran-pelanggaran HAM yang ada. Shava pun menambahkan jika acara ini juga penting bagi generasi millenial, terutama mahasiswa agar lebih peduli dan perhatian terhadap isu-isu HAM. (dyr/alf/akb)