Sistem Ujian Baru Pasca BLU

Semula Terjadwal, Kini Ditentukan Dosen Pengampu

                  Ilustrasi perubahan sistem ujian (riz).

         Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang ditetapkan pada 6 Desember 2018, status UPN “Veteran” Jawa Timur meningkat dari Satuan Kerja (Satker) menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Hal ini pun mengakibatkan terjadinya perubahan pada beberapa sistem yang ada di UPN. Berbagai kebijakan dan pembaharuan sistem mulai diterapkan diberbagai fakultas, salah satunya penerapan Ulangan Tengah Semester (UTS) yang berbeda dari tahun-tahun sebelumya. Umumnya, pada setiap ujian terdapat jadwal terstruktur mengenai mata kuliah yang akan diujikan dan waktu pelaksanaannya, kini keputusan untuk penyelenggaraan UTS berada sepenuhnya di tangan dosen pengampu mata kuliah.

          “Terkait dengan berubahnya status UPN menjadi BLU dan adanya sistem remunerasi. Saat masih berstatus satker dalam penyelenggaraan UTS maupun UAS dibentuk sebuah kepanitian di setiap fakultas yang terdiri dari tenaga pengawas dan koreksi naskah ujian dan harus diberi upah berupa honor panitia pelaksana ujian,” tutur Sukendah, Wakil Rektor I. Setelah berubahnya status UPN menjadi BLU, kini dosen secara independen dapat menentukan jadwal UTS maupun UAS kepada mahasiswa berdasarkan rentang waktu yang telah ditetapkan dalam kalender akademik UPN “Veteran” Jawa Timur.

            Dengan adanya sistem remunerasi dalam penyelenggaraan ujian, masing-masing dosen akan mendapatkan poin yang kemudian akan diakumulasikan dengan tugas dosen secara terstruktur. UTS dan UAS merupakan evaluasi untuk mengetahui tingkat pencapaian mahasiswa dalam materi mata kuliah yang bersangkutan. Nilai evaluasi tidak hanya dapat diperoleh dari nilai ujian saja tapi juga berasal dari tugas-tugas, kuis, sikap dan presentasi tiap tatap muka dengan dosen. “Saat ini sistem penilaian yang baru dengan mewajibkan 20 persen untuk sikap, kedisiplinan, etika, kesopanan dari mahasiswa yang nanti akan diakumulasikan dengan nilai akhir,” imbuh Sukendah.

           Salah satu hal yang disoroti dalam pergantian status ini adalah, apakah budaya menggunakan seragam putih hitam pada pekan ujian masih akan tetap diberlakukan? Sukendah mengatakan bahwa sistemasi seragam masih dalam proses pengkajian, ia merasa bahwa penerapan penyeragaman dalam sistem baru ini nantinya malah memberatkan mahasiswa. Namun, penyeragaman perlu dilakukan untuk membedakan masa ujian dengan hari perkuliahan biasa. “Terkait dengan penyeragaman SK Rektor belum turun, hasil rapat sementara tentang penyeragaman mungkin masih ada namun tidak untuk penyeragaman putih hitam, agar mahasiswa lebih fleksibel,” ungkapnya.

        Rayhan (Agrotek/18) mengaku setuju dengan sistem ujian yang baru ini, ia merasa sistem tersebut lebih fleksibel karena adanya kesepakatan yang tidak memberatkan pihak dosen dan mahasiswa. Tetapi, Rayhan sendiri mengaku bahwa penyeragaman ketika ujian perlu dilakukan meski tidak melulu harus putih hitam. “Mungkin bisa memakai batik biar lebih fleksibel, tapi sebenernya seragam hitam putih lebih terihat resmi dan mencerminkan sebagai kampus bela negara,” katanya.

            Berbeda dengan Rayhan, Aini (Tekkim/17) tidak melihat efisiensi dari sistem baru ini. “Takutnya nanti kalau terjadi benturan antara mata kuliah satu dengan yang lainnya, dan juga kalau pelaksanaannya tidak dilaksanakan serentak nanti mungkin ada beberapa fakultas yang sudah selesai ujian, dan ada yang selesai terakhir,” tutupnya. (bel/zet)

Post Author: pers-upn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *