Tanggapan Lembaga, Perwakilan OKP, hingga Mahasiswa
Untuk menangkal radikalisme di perguruan tinggi yang semakin marak, pemerintah melalui Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) meluncurkan Peraturan Menristekdikti (Permenristekdikti) No. 55 tahun 2018 pada Senin (29/10) mengenai Pembinaan Ideologi Bangsa. Peraturan ini menghimbau bahwa perguruan tinggi bertanggung jawab melakukan pembinaan ideologi bangsa, baik dalam kokurikuler, intrakurikuler, dan ekstrakurikuler. Selain itu, setiap kampus juga wajib membentuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB), dan memperbolehkan Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda (OKP) atau yang sering disebut Organisasi Ekstra Kampus (Ormek) bergabung di dalamnya. Hal ini tentu menjadi lampu hijau bagi OKP untuk kembali beraktivitas di dalam kampus, yang sebelumnya dilarang demi menjalankan normalisasi kehidupan kampus.
Mu’tasim, Wakil Rektor (Warek) III UPN “Veteran” Jatim mengaku telah menangkap sinyal ini. Namun, meski peraturan ini sudah diluncurkan, pihak kampus belum mendapatkan sosialisasi dari Menristekdikti. Menurutnya, hal ini patut disikapi dengan hati-hati, pasalnya hingga kini belum diketahui mekanisme petunjuk pelaksanaannya.
Meski demikian, Akhmad Fauzi, Rektor UPN “Veteran” Jatim menanggapi dengan berbeda. “Prinsipnya, jangan sampai ekstra (ormek, red) itu bisa masuk kampus, supaya ada kemandirian di UKM maupun Ormawa,” ujarnya. Hal ini dijelaskan olehnya karena belum mengetahui arah peraturan ini. Selain itu, pihaknya juga menegaskan bahwa ia tidak setuju bila politik praktis masuk ke dalam kampus, “Karena itu sudah diatur sebelumnya dan belum dicabut aturannya, sehingga harus steril (dari politik praktis, red),” imbuhnya.
Terlepas dari tanggapan pihak universitas, masing-masing OKP di UPN “Veteran” Jatim yang menjadi sorotan dalam peraturan ini hampir semuanya cukup senang. Salah satunya Fadli, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), berpendapat bahwa OKP memiliki peran yang sangat baik di bidang kemahasiswaan, dalam pengawalan ideologi, utamanya dalam hal idealisme. Menanggapi tentang UKM PIB, menurutnya harus ada delegasi dari seluruh ormek yang ada di kampus dan standard operating procedure-nya, sehingga ormek yang bisa dimasukkan ke dalamnya dapat teridentifikasi dengan jelas.
Selain itu, Syahrul, Sekretaris Jendral (Sekjen) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) juga lega. “Peraturan ini kembali membuka ruang gerak OKP di kampus setelah sebelumnya dibatasi,” ujarnya. Melalui peraturan ini, diharapkan tidak ada dikotomi lagi antara Ormek dan Organisasi Intra Kampus. Menurutnya harus ada kebijakan yang otonom di masing-masing kampus terkait UKM PIB ini.
Senada dengan Syahrul, Nurdin, Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menganggap peraturan ini membawa keleluasaan bergerak bagi OKP di kampus. “IMM sendiri juga masih mencoba membangun komunikasi dengan OKP lain tentang kelanjutan peraturan ini,” terang Nurdin. Hal ini sebagai upaya agar masing-masing OKP di UPN “Veteran” Jatim memiliki pemikiran yang sama ketika merealisasikannya. Pihaknya juga menunggu respon dari lembaga.
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) juga turut senang. Teguh, perwakilan KAMMI mengatakan bahwa hal ini dapat mengembalikan muruah pergerakan mahasiswa. Namun, ditakutkan masih banyak stigma negatif terhadap OKP yang akan kembali beraktivitas di dalam kampus. Menurutnya tantangan terbesarnya nanti adalah permainan politik praktis. “Harapannya kita dapat bergandeng tangan membangun UPN “Veteran”, tidak saling sikut-sikutan,” ungkapnya.
Hutama, Ketua I Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) juga mengaku senang. Namun, pihaknya belum berani berkomentar banyak karena belum rilisnya draft peraturan ini. Menurutnya hal ini masih ada ambiguitas. Pasalnya, Menristekdikti mengatakan bahwa peraturan ini diusahakan sebelum akhir tahun siap. Menanggapi UKM PIB, menurutnya adalah wadah yang tepat untuk membentengi generasi muda, sehingga tidak mudah terpengaruh ideologi asing.
Meski demikian, terdapat beberapa yang masih awam perihal ini. Diantaranya adalah Bima (HI/17) yang mengaku bahwa ia tidak terlalu paham soal OKP yang ada di UPN “Veteran” Jatim. Ia berpendapat bahwa tidak apa-apa jika OKP kembali beraktivitas di kampus asal tidak melenceng dari niat awalnya. Ia berharap nantinya, mahasiswa akan lebih nasionalis dan peduli dengan masalah yang ada di sekitarnya.
Berbeda dengan Bima, Aditama (Adne/17) berpendapat bahwa dengan masuknya OKP ke kampus, ditakutkan akan terjadi benturan kepentingan. “Misalnya dalam hal politik praktis yang dijanjikan tidak akan terjadi, malah terjadi,” ujarnya khawatir. Ia beranggapan bahwa UKM PIB ini kurang efektif dalam menjalankan tujuan Menristekdikti. Namun, ketika hal tersebut sudah direalisasikan, ia berharap adanya pengawasan dan sinergi antar elemen kampus sehingga implementasi peraturan tersebut akan berjalan dengan baik. (paw)