Karya: Rafilah M
Sumber: Laman Website Gramedia Digital
Judul Buku: Salt to the Sea
Penulis: Ruta Sepetys
Alih Bahasa: Putri Septiana Kurniawati
Jenis Buku: Fiksi Sejarah
Penerbit: PT. Elex Media Komputindo
Tahun Terbit: 2018
Tebal: 369 Halaman
Sinopsis
Tahun 1945. Perang Dunia II merambah Prusia Timur. Jutaan pengungsi pergi mencari tempat aman. Di antara mereka terdapat empat orang dengan kisah dan rahasia yang berbeda. Takdir mempertemukan keempatnya di Wilhelm Gustloff, kapal megah yang menjadi tempat mereka menggantungkan harapan bersama lebih dari sepuluh ribu penumpang lainnya. Tapi sebelum kebebasan sempat diraih, tragedi besar pun terjadi. Tak peduli dari negara mana mereka berasal dan status apa yang mereka sandang, ribuan penumpang kapal harus berjuang keras melakukan satu hal: bertahan hidup.
Resensi
Bertemu pertama kali melalui platform perpustakaan digital, Salt to the Sea memikat pembacanya dengan cara yang tak biasa. Dengan kover sederhana bergambar lautan biru yang pekat seolah mengajak pembaca untuk ikut mendalami beragam perasaan dari berbagai peristiwa yang dialami para tokohnya. Novel ini mempertemukan empat orang dengan latar belakang dan kepribadian yang berbeda. Joana, perawat asal Lituania yang kabur dari negaranya sendiri sejak 1941. Florian, pemuda Prusia yang kehadirannya di awal cerita digambarkan sebagai sosok misterius, dulunya sempat bekerja untuk Jerman. Emilia, gadis Polandia yang baru berusia lima belas tahun, yang ternyata menyembunyikan kehamilannya akibat tindakan keji tentara Rusia. Lalu Alfred, tentara angkatan laut Jerman narsistik yang sangat mengagung-agungkan Hitler dan sering berkutat dengan khayalannya untuk dipandang sebagai sosok pahlawan.
Cerita dimulai dengan gambaran tentang perjalanan jutaan warga sipil yang terpisah menjadi rombongan-rombongan pengungsi kecil di tengah badai salju dalam perjuangannya menghindari perang, menyelamatkan diri mereka masing-masing. Saat itu awal tahun 1945, wilayah Prusia Timur (sekarang Polandia) dikacaukan oleh perang antara tentara Hitler dan Stalin. Jutaan warga sipil yang tidak berkepentingan turut menjadi korban. Joana, Florian, dan Emilia tergabung ke dalam rombongan kecil yang sama, sedangkan Alfred masih dengan bangga melaksanakan tugasnya sebagai tentara angkatan laut Jerman.
Pemberitahuan bahwa akan ada kapal-kapal yang diakomodasi oleh pihak Jerman untuk diberangkatkan mengangkut para warga sipil menuju ke wilayah yang lebih aman memberi sedikit harapan kepada jutaan pengungsi perang. Mereka berlomba untuk lekas menuju pelabuhan Gotenhafen. Banyaknya pengungsi yang berebut untuk dapat menaiki kapal menyebabkan daerah pelabuhan dipenuhi lautan massa, tak sedikit warga yang tewas karena berdesakan dan terinjak oleh pengungsi lain. Hingga keempatnya -Joana, Florian, Emilia, dan Alfred- berakhir dipertemukan di atas kapal Wilhelm Gustloff yang nantinya akan membawa mereka menuju takdirnya masing-masing.
Alur maju mundur yang disajikan oleh Ruta Sepetys dalam novelnya kali ini membuat pembaca memahami setiap alasan dibalik karakteristik para tokohnya. Salt to the Sea seakan tidak memunculkan celah bagi pembaca untuk menemukan rumpang alur. Pembawaan alur yang cepat tapi tertata menjadi kelebihan lain dari novel ini, membuatnya terhindar dari istilah reading slump dan did-not-finish yang sering menghinggapi pembaca ketika merasa bosan. Dengan banyaknya kelebihan yang dibawa oleh Salt to the Sea, kekurangannya masih tetap ada. Beberapa istilah asing tidak diberi footnote untuk memberikan penjelasan arti. Selama membaca cukup sering bolak-balik peramban untuk mencari tahu pengertian dari istilah asing tersebut meskipun sebenarnya hal ini tidak cukup mengganggu. Ruta sebagai seorang penulis sempat mendapat Medali Carnegie dan telah banyak bukunya yang meraih label Internasional Best Seller. Novel fiksi sejarah terkenalnya yang lain di antaranya Between Shades of Grey dan The Fountains of Silence.
Salt to the Sea menjadi novel yang layak dibaca apalagi oleh mereka yang jatuh cinta pada fiksi sejarah. Novel ini membawa kembali sejarah yang jarang terjamah. Tenggelamnya kapal Wilhelm Gustloff akibat tornado oleh kapal selam Rusia menjadi tragedi maritim terbesar sepanjang sejarah. Menelan korban jiwa berkali lipat lebih banyak daripada Titanic. Naasnya, korban adalah mereka yang juga merupakan korban perang, kebanyakan perempuan dan anak-anak. Banyak kepala yang menaruh harapan untuk segera pergi dari kacaunya suasana perang. Ruta dianggap berhasil menggambarkan situasi kala itu melalui Salt to the Sea. Tiap tokoh utama memiliki babnya masing-masing dengan membawa point of view-nya. Mengajak kita, pembaca, untuk masuk ke dalam cerita, merasakan suasana mencekam dan menakutkan selama masa perang yang merugikan.